Opini  

Larang Konten Jurnalistik Investigasi Dalam Draft RUU Penyiaran Memberangus Kebebasan Pers

Bandar Lampung, cinews.id – Sejumlah pasal dalam draf rancangan revisi Undang-Undang Penyiaran menuai kritik keras dari berbagai kalangan, terutama para pegiat dan para jurnalis.

Revisi yang sedianya diharapkan menciptakan asas keadilan bagi industri penyiaran di tengah era kemunculan media-media baru berbasis digital, dinilai berpotensi memberangus kebebasan pers.

Yang utama jadi sorotan dan kritikan publik ialah pasal yang melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Dari draf yang beredar di masyarakat, semangat pembungkaman itu tertangkap jelas pada Pasal 56 Ayat 2 yang memuat larangan-larangan standar isi siaran. Terutama pada poin C yang menjelaskan larangan itu mencakup ‘penayangan eksklusif jurnalistik investigasi’.

Padahal larangan untuk menyiarkan konten eksklusif jurnalisme investigasi sebagaimana yang dimuat pada Pasal 50 B Ayat (2) RUU Penyiaran tertanggal 27 Maret 2024 lalu, tak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Dan pada Undang-Undang 40 Tahun 1999 tentang pers, telah mengatur ihwal kerja dan etika pers, termasuk soal kegiatan jurnalisme investigasi. Sehingga, kegiatan jurnalisme investigasi tidak perlu dikhawatirkan dilaksanakan tanpa aturan.

Baca juga :
Ketut Sumedana Sebut Jurnalisme Investigasi Justru Membantu Pengungkapan Kasus Hukum

Maka pelarangan media menayangkan konten atau siaran eksklusif jurnalisme investigasi adalah sebuah pembungkaman nyata terhadap pers. Mestinya dalam perumusan revisi Undang-Undang Penyiaran menjadikan Undang-undang Pers menjadi rujukan utama dalam penyusunan pasal yang mengatur tentang penyiaran karya jurnalistik.

Ruang kritik dari pers pun terancam mati oleh aturan tersebut. Dalam ekosistem jurnalistik, jurnalisme investigasi ialah salah satu nyawa yang tak boleh hilang atau dihilangkan. Tanpa jurnalisme investigasi, ruang informasi publik hanya akan diisi oleh laporan-laporan fakta yang ada di permukaan.

Tidak ada penggalian fakta tersembunyi atau fakta yang disembunyikan, yang ditutup-tutupi, dan yang paling berbahaya tidak ada ruang untuk membongkar ketidakadilan dan kesewenang-wenangan yang sampai hari ini masih dialami sebagian masyarakat. Yang artinya, bukan hanya pers yang dibungkam, melainkan juga suara masyarakat sipil.

Baca juga :
Menanggapi Draf RUU Penyiaran, KPK Sebut Jurnalisme Investigasi Mitra Pemberantasan Korupsi

Bila dilihat dari sisi urgensi, tidak ada perlunya UU Penyiaran sampai harus mengatur jurnalisme investigasi, karena pedoman dan tata cara jurnalisme di Tanah Air sudah diatur oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang selama ini berfungsi untuk menjaga independensi dan kebebasan pers.

Persoalan lain yang juga disorot tajam pada draf RUU Penyiaran ialah aturan yang menyebutkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berwenang ‘menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran’.

Ini pun sangat bertentangan dengan UU Pers yang menggarisbawahi penyelesaian kasus pers penyiaran dilakukan oleh Dewan Pers.

Menyandingkan KPI dengan Dewan Pers di pandang dari sudut manapun sangatlah tidak tepat, ketika ‘level’ mereka saja tidak sepadan. KPI adalah lembaga bentukan politik, dimana anggotanya diseleksi DPR. Sedangkan Dewan Pers ialah lembaga independen, anggota mereka mencerminkan keseimbangan antara organisasi kewartawanan, perusahaan media, dan masyarakat.

Diketahui, UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang sudah berusia 22 tahun, bahwa benar perlu direvisi, terutama untuk mengadaptasi perkembangan di dunia digital saat ini.

Publik berharap, UU Penyiaran yang baru nanti dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat di tengah munculnya beragam media dan platform digital baru yang hingga kini belum tersentuh regulasi. Bukan alih-alih mengebiri jurnalisme.

DPR RI sebagai inisiator RUU Penyiaran mesti membuka telinga lebih lebar untuk mendengarkan semua kritik yang muncul atas draf RUU tersebut,  Dan pemerintah sebagai mitra pembahasan juga tak boleh menutup mata bahwa RUU ini punya potensi membungkam pers.

Kami dari kalangan jurnalis meminta DPR RI merombak draf RUU Penyiaran.

M Ibnu Ferry

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights