BALAM, cinews.id – Rencana pemerintah memangkas gaji atau upah para pekerja untuk dana pensiun tambahan merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Potongan gaji tersebut akan bersifat wajib untuk meningkatkan uang pensiunan yang didapat.
Ketentuan itu tercantum pada pasal 189 bahwa pemerintah dapat memberlakukan pungutan wajib iuran dana pensiun pekerja. Tujuan dana pensiun tambahan untuk meningkatkan kesejahteraan maaa tua dengan kriteria tertentu yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Yang nantinya seluruh Pegawai swasta akan dibebankan iuran tambahan untuk uang pensiunan ini. Ini merupakan iuran baru di samping Jaminan Hari Tua (JHT) yang sudah dibayar melalui skema BPJS Ketenagakerjaan selama ini.
Tak pelak, iuran pensiun di luar iuran JHT BPJS Ketenagakerjaan itu dipertanyakan kalangan pekerja. Selain keberatan, mereka juga minta kejelasan terkait manfaat yang akan mereka terima nantinya.
Menilik peta jalan pengembangan dan penguatan dana pensiun, iuran pensiun tambahan ini untuk meningkatkan pendapatan pekerja saat pensiun. Program ini merupakan implementasi dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Dana Pensiun dari Sektor Keuangan.
Berdasarkan data yang ada, manfaat pensiun yang diterima oleh pensiunan relatif kecil yakni 10 – 15% dari penghasilan terakhir yang diterima pada saat aktif. Padahal, standar dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) untuk dana pensiun yang ideal sebesar 40%.
Menurut kepala Eksekutif Pengawas PPDP OJK Ogi Prastomiyono, Manfaat pensiun bagi warga negara, baik itu dari ASN, TNI, Polri, pekerja formal itu relatifely sangat kecil, jadi sebagaimana diatur dalam P2SK pasal 189. Jadi pemerintah akan mengharmonisasikan seluruh program pensiun sebagai upaya untuk peningkatan perlindungan hari tua dan memajukan kesejahteraan umum.
Memang iuran wajib untuk pensiunan pekerja telah diatur dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih menunggu penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) terkait dana pensiun tambahan tersebut.
Ketentuan mengenai pungutan wajib untuk iuran dana pensiun perlu mendapatkan persetujuan dari DPR sebelum PP dapat diterbitkan. OJK pun belum bisa merinci terkait detail ketentuan pungutan wajib untuk iuran baru itu dan masih menunggu aturan pelaksana.
Di sisi lain, keresahan dan keterkejutan masyarakat khususnya pekerja terjadi karena pembentukan undang-undang dan ketentuan-ketentuan lain kerap tidak melalui proses konsultasi publik sebagaimana seharusnya.
Selain itu, manfaat dari berbagai iuran juga kerap dipertanyakan. Selama publik tidak benar-benar dilibatkan dalam pembentukan aturan maka keresahan akan terus muncul.
Pemerintah semestinya memperhatikan laju pertumbuhan upah. Jadi upah riil pekerja akan berkurang dan auto daya beli pun akan turun.
Jelas saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk menerapkan iuran tambahan wajib,
Masyarakat kelas menengah yang kemungkinan menjadi target kebijakan ini, sedang mengalami tekanan yang mengakibatkan sekitar 9,5 juta orang turun kelas dalam lima tahun terakhir.
Diketahui bahwa dana pensiun wajib ini arahnya akan disalurkan melalui lembaga pengelola nonbank berupa Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK), itu berarti iuran dana pensiun wajib ini nantinya tidak akan dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan (BPJS-TK).
Sebagai gambaran, ada dua jenis lembaga keuangan nonbank yang dapat mengelola dana pensiun di Indonesia, yakni DPPK dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).
DPKK ini didirikan oleh perusahaan untuk sebagian atau seluruh karyawannya.
Sedangkan DPLK didirikan oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk masyarakat umum, baik karyawan atau pekerja mandiri. Salah satu contoh DPLK adalah Jiwasraya.
Padahal, jaminan pensiun yang dikelola BPJS-TK, itu saja belum maksimal dilaksanakan, pemerintah malah memunculkan program baru yang bersifat wajib.
Bagi sejumlah pekerja, menambah iuran dana pensiun bukanlah prioritas saat ini karena manfaatnya baru terasa puluhan tahun lagi.
Saat ini, mereka tertekan oleh kenaikan upah yang tak mengejar laju inflasi, ancaman PHK yang mengintai, dan beragam masalah jaringan pengaman sosial yang sudah berjalan.
Pemerintah semestinya membereskan masalah iuran Jaminan Hari Tua (JHT) serta Jaminan Pensiun (JP) BPJS-TK dulu ketimbang mewajibkan program baru.
Dan kebijakan semacam ini, hanya akan memicu spekulasi bahwa pemerintah berupaya memaksimalkan pemasukan dari masyarakat di tengah ruang fiskal APBN yang tambah sempit.