JAKARTA, Cinews.id – Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang mengungkap salah satu faktor penurunan biaya Haji 2025, yakni karena dihapusnya biaya visa.
Menurut Marwan, sebelumnya ada double anggaran pembiayaan visa pada penyelenggaraan haji 2024 sehingga seharusnya sudah ada pihak yang ditangkap penegak hukum terkait masalah tersebut.
Marwan menjelaskan, Pansus Haji 2024 sebenarnya menemukan sejumlah penyalahgunaan, salah satunya terkait pembiayaan visa. Dia menuturkan, biaya visa yang dibebankan kepada jemaah haji sebesar 300 SAR, namun ternyata biaya visa juga masuk pada komponen masyair.
“Jadi, terjadi double anggaran dalam pembiayaan visa. Itu mereka (Pemerintah) mengakui. Kalau diakui ada double anggaran, mestinya ada yang ditangkap dong.Ya, aparat penegak hukum yang menangkap,” ujar Marwan, kepada wartawan, Kamis (9/1/2025).
Marwan mengatakan, Pansus Haji 2024 sudah menunjukkan bukti adanya penyelewengan itu. Saat ini, kata dia, Panja Haji 2025 yang membuktikannya bahwa memang telah terjadi penyalahgunaan anggaran haji dengan menghapus biaya visa.
Pimpinan komisi yang bermitra dengan Kementerian Agama itu mengatakan, berdasarkan hitungan pihaknya, angka yang diselewengkan dari pengurusan visa mencapai sekitar Rp300 miliar. Dengan bukti itu, maka perdebatan dalam penentuan biaya haji 2025 tidak terlalu panjang, karena biaya yang berpotensi disalahgunakan bisa dengan cepat dihapus.
“Kami dapat bukti-bukti ini sehingga perdebatannya tidak panjang. Jadi kita sebutkan ke pemerintah, ini loh. Kami sudah sangat siap dengan berbagai data. Artinya tidak bisa ditipu-tipu lagi,” ungkap Marwan.
Menurut Legislator Dapil Sumatera Utara II itu, pembahasan biaya haji tahun-tahun sebelumnya selalu rumit, karena salah satu faktornya soal biaya visa. Pemerintah, kata Marwan, selalu beralasan bahwa biaya visa sudah menjadi ketentuan Arab Saudi.
“Ini bisa jadi catatan dalam rapat-rapat berikutnya. Kalau DPR-nya atau panjanya sangat siap dengan data-data, maka pembahasan cukup lima hari. Biaya haji pun bisa turun drastis,” ucap Marwan.
Meski biaya haji 2025 turun, Marwan menuturkan, pemerintah berkomitmen dan menjamin pelayanan jemaah haji akan semakin baik. Komisi VIII DPR, kata dia, tentu akan melakukan pengawasan secara ketat terhadap pelaksanaan haji 2025 nanti.
Politikus PKB itu berharap, tidak ada penyelewengan dalam penyelenggaraan Haji 2025 seperti yang terjadi pada 2024. Saat itu, ulas Marwan, terjadi penyalahgunaan kuota tambahan haji sebesar 4.003 jemaah atau sama dengan 10 kloter. Dari jumlah itu, menurutnya, nilai uang yang diselewengkan sangat besar.
“Dari peristiwa Haji 2024, kita berharap itu tidak terjadi di 2025. Termasuk kemarin masalah pemondokan dan lain-lain,” pungkas Marwan.
Diberitakan sebelumnya, Dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-21 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (9/7/2024), disetujui pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Angket Pengawasan Haji.
Ada pun pembentukan Pansus Angket Pengawasan Haji lantaran pembagian dan penetapan kuota haji tambahan dinilai tidak sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umroh.
Dimana diketahui sebelumnya, Keputusan Menteri Agama dalam pelaksanaan haji tahun 2024 bertentangan dengan UU dan tidak sesuai dengan hasil kesimpulan rapat panitia kerja (panja) Komisi VIII DPR RI.
Selanjutnya, Dalam Rapat Paripurna DPR RI Penutupan Masa Sidang I Tahun Sidang 2024-2025, Panitia Khusus (Pansus) Angket Penyelenggaraan Haji 2024 DPR RI mendorong penguatan pengawasan terhadap penyelenggaraan ibadah haji dengan memperkuat peran lembaga pengawas, seperti Inspektorat Jenderal Kementerian Agama (Kemenag).
Dari hasil penyelidikan yang dilakukan dengan meminta keterangan sejumlah saksi dan inspeksi lapangan itu, Pansus Angket Haji menemukan bahwa Inspektorat Jenderal Kemenag sebagai aparatur pengawas internal pemerintah tidak menjadikan pembagian kuota Haji 2024 sebagai objek pengawasan.
Pansus menilai Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyalahi ketentuan alokasi kuota haji, karena memutuskan kuota tambahan dialokasikan 10 ribu untuk jamaah haji reguler dan 10 ribu untuk jamaah haji khusus atau 50 banding 50 persen, padahal Pasal 64 UU 8/2019 menyatakan alokasi kuota 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk kuota haji khusus.