JAKARTA, Cinews.id – Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan, KY bakal mendalami dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) di balik putusan 6,5 tahun Harvey Moeis di kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk periode 2015-2022.
Langkah tersebut dilakukan sebagai respon dari masyarakat yang menilai vonis tersebut terlalu ringan untuk terdakwa yang telah menyebabkan kerugian negara Rp300 triliun.
“KY juga akan melakukan pendalaman terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut untuk melihat apakah ada dugaan pelanggaran (KEPPH) yang terjadi,” ujar Mukti dikutip Sabtu (28/12/2024).
Namun, pada prosesnya KY tidak akan masuk ke ranah substansi putusan. Sebab, forum yang tepat untuk menguatkan atau mengubah putusan, yakni melalui upaya hukum banding.
Selain itu, KY juga mempersilakan masyarakat melapor apabila menemukan ada dugaan pelanggaran kode etik hakim dalam kasus tersebut. Sehingga, nantinya akan ditindaklanjuti.
“KY meminta agar laporan tersebut disertai bukti-bukti pendukung agar dapat diproses,” kata Mukti.
Harvey Moeis dinyatakan bersalah pada kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah. Sehingga, majelis hakim memvonis atau menjatuhkan pidana penjara selama 6,5 tahun.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan,” ujar hakim.
Vonis pidana ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa. Sebab, pada persidangan sebelumnya jaksa menuntut Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun.
Meski demikian, hakim turut menjatuhkan pidana denda terhadap suami Sandra Dewi tersebut sebesar Rp1 miliar.
“Denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” ucap hakim.
Pada amar putusannya, hakim juga menghukum Harvey Moeis untuk membayar uang pengganti dari kerugian negara yang disebabkan aksi tindak pidana korupsi.
Apabila suami Sandra Dewi itu tak memiliki kesanggupan, maka, asetnya akan disita dan dilelang untuk membayarkan atau menggantikan kerugian negara tersebut.
“Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp210 miliar,” kata hakim.