JAKARTA, Cinews.id – Kuasa Hukum Harvey Moeis, Junaidi merasa keberatan dengan dakwaan yang diajukan terhadap kliennya. Menurutnya, terdapat kesalahan mendasar dalam penggabungan Undang-Undang (UU) Sektoral dengan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Junaidi menegaskan, dugaan pelanggaran terkait penambangan ilegal (ilegal mining) telah diatur secara spesifik dalam UU Sektoral. Oleh karena itu, menurutnya, kasus tersebut tidak seharusnya ditarik ke ranah korupsi.
“Isi dari dakwaan kita yang pertama yang utama itu adalah bahwa secara secara formil mencampur adukan antara undang-undang sektoral dengan undang-undang korupsi itu adalah hal yang tidak diperbolehkan,” ujar Junaidi dalam keterangannya yang dikutip, Kamis (19/12/2023).
Selain itu, Junaidi juga mempertanyakan keabsahan perhitungan kerugian negara yang menjadi dasar dalam dakwaan. Perhitungan tersebut dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menurutnya tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Perhitungan kerugian negara yang dijadikan dasar di dalam perkara ini juga itu tidak tepat,” kata Junaidi.
Sebelumnya, terdakwa korupsi timah Harvey Moeis menjalankan sidang pleidoi atau nota pembelaan pada, Rabu (18/12/2024). Ia menyampaikan tidak pernah melihat atau bahkan menikmati uang senilai Rp 300 triliun seperti yang dituduhkan.
“Saya klarifikasi bahwa saya dan keluarga, tidak pernah punya, tidak pernah melihat, apalagi menikmati uang Rp 300 triliun,” katanya saat pembacaan pleidoi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta Pusat, pada, Rabu (18/12/2024).
Harvey juga mempertanyakan angka tersebut yang setara dengan 10 persen Anggaran Pendapatan Belanja Negara.
“Itu 10 persen dari APBN kita, mungkin yang mulia kalau mau dicari mohon tanyakan ke saksi ahli yang menghitung angka tersebut,” ujarnya.
Kami, kata Harvey, telah memohon hasil perhitungan untuk lebih diteliti, namun permohonan kami ditolak. Saksi ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga melakukan audit khusus mengumpulkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi lalu di kliping “Auditor kemudian memakai satu tabel Excell yang dibuat oleh BPKP di bulan Mei 2024,” ucapnya.
Tabel Excell ini, kata Harvey, tidak pernah kami temukan di laporan keuangan manapun. Namun dijadikan satu-satunya untuk mengambil kesimpulan bahwa nilai kerjasama yang dilakukan bernilai tinggi.
“Kalau ahli tidak benar, auditor, jaksa, bahkan majelis juga ikut-ikutan tidak benar. Kita disini mau menegakan hukum, jangan sampai kita melanggar hukum, ” jelas Harvey.
Eksplorasi konten lain dari Cinews.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.