Hukum  

Komnas Perempuan Sebut Pelaku Fetisisme di Lebak Banten Bisa Terjerat Tiga Undang-Undang

JAKARTA, cinews.id – Komnas Perempuan mendukung kepolisian untuk mengusut kasus 70 orang perempuan diduga menjadi korban fetisisme oleh pria inisial WY (24), warga Lebak, Banten.

“Komnas Perempuan mengapresiasi dan menghormati langkah kepolisian yang Polres Lebak yang telah mengungkap video fetisisme tanpa persetujuan dan penyebarannya,” kata Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi kepada wartawan pada, Ahad (22/9/2024).

Siti mengatakan pelaku menjadikan perempuan sebagai objek seksual dalam kasus ini. Diketahui pelaku mengikat pelaku dan melakukan onani di samping korban.

“Fantasi seksual yang dilakukan pelaku adalah dengan menjadikan perempuan dan anak perempuan sebagai obyek seksual yang disakiti dan ditundukkan untuk mendapatkan kepuasan seksual dari yang menonton video tersebut,” jelasnya.

Lebih lanjut, Siti menilai pelaku yang merupakan pelatih klub olahraga di Lebak diduga menyalahgunakan posisinya. Pelaku juga mengambil keuntungan dengan kerentanan korban.

“Upaya pelaku membangun fantasi seksualnya ini dilakukan tanpa persetujuan korban, namun dengan menyalahgunakan posisinya sebagai guru dan orang dewasa, dengan melakukan kebohongan sebagai bagian dari tugas kuliah. Dengan demikian pelaku mengambil keuntungan dari ketidaksetaraan dan kerentanan korban sebagai anak perempuan dan murid-muridnya,” jelasnya.

Lebih lanjut, Siti menilai ada 3 undang-undang yang bisa diterapkan untuk menjerat pelaku. Yakni UU tentang Pornografi, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

“UU Pornografi terkait dengan perbuatan pelaku yang membuat, menyebarluaskan, menyiarkan, menawarkan, memperjualbelikan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat masturbasi atau onani. UU ITE terkait dengan distribusi/transmisi konten yang memiliki muatan pornografi,” jelasnya.

Siti juga menjelaskan aksi pelaku yang bisa dijerat dengan UU TPKS. Pelaku dinilai melakukan eksploitasi seksual fisik dengan menyalahgunakan kedudukannya.

“Sedangkan dalam UU TPKS dapat merujuk ke ekploitasi seksual fisik di mana pelaku menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan, kerentanan, ketidaksetaraan, ketidakberdayaan, ketergantungan seseorang, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan, atau memanfaatkan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari orang itu yang ditujukan terhadap keinginan seksual dengannya atau dengan orang lain,” jelasnya.

“Yang dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1 miliar,” imbuhnya.

Siti menambahkan pelaku juga bisa dikenakan melakukan pelecehan seksual fisik, yaitu setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300 juta.

“Dengan mengartikan tindakan mengikat, menutup mata sehingga berada di bawah kendali atau kuasanya untuk memuaskan Hasrat seksual seseorang,” jelasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights