BALAM, cinewd.id – Kian maraknya kasus korupsi di Negeri ini, menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia akan semakin mundur dan berdampak menurunnya integritas seluruh elemen bangsa saat ini.
Faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab utama korupsi, Di antaranya tingkat pendapatan atau gaji yang tak cukup untuk memenuhi kebutuhan, padahal fakta menunjukkan bahwa korupsi tidak dilakukan oleh mereka yang gajinya pas-pasan, melainkan pelaku merupakan para pejabat publik pengemban amanah rakyat.
Terjadinya tindakan korupsi disebabkan oleh adanya kesempatan penyalahgunaan kekuasaan, kewenangan atau abuse of power dalam skala besar, perilaku koruptif itu pun tidak terlepas dari adanya faktor internal yang berupa keserakahan atau ketamakan, gaya hidup yang konsumtif dan pendidikan serta moral yang rendah. Dan selain dari faktor internal terdapat faktor eksternal yang berupa aspek sosial, aspek politik, aspek hukum, aspek ekonomi dan aspek organisasi.
Mereka, para pejabat korup sadar akan risiko bakal tertangkap, tetapi tetap berani berbuat jahat karena melihat peluang dalam meraup keuntungan sebesar-besarnya.
Ada persepsi berbahaya yang tertanam di benak para pejabat korup ini, Jika terjaring operasi tangkap tangan (OTT), mereka menganggap itu sebagai nasib buruk semata atau sedang tidak beruntung, bahkan mereka sebut tengah mendapat ‘ujian’ dari Tuhan. Dan mereka pun sudah matang mengkalkulasikan kemungkinan terburuk itu, yang pada akhirnya mereka akan bebas dalam waktu yang lekas dengan masih menyimpan uang sisa hasil korupsi.
Itu realitas pahit yang dihadapi bangsa ini, sebab mereka berfikir keuntungan yang mereka peroleh dari hasil mencuri uang negara lebih besar ketimbang risiko yang dihadapi ketika tertangkap akibat korupsi.
Meskipun dalam sejarahnya, kasus korupsi di Indonesia sendiri sudah marak terjadi ratusan tahun lalu sejak zaman kolonialisme Belanda, tapi yang terjadi saat ini, praktik korupsi tidak lebih baik dibanding pada orde baru, berdasarkan indeks data yang diperoleh menunjukan bahwa kasus korupsi di Indonesia masih stagnan diangka tiga puluhan dan semakin memburuk terutama semenjak pandemi covid-19 kemarin.
Melihat sejarah panjang korupsi di Indonesia dan “massif”-nya perilaku korupsi yang terus berkembang sampai dikategorikan sebagai extraordinary crime, terbersit dalam pikiran kita, apakah korupsi merupakan budaya turun-temurun sejak dulu?
Ironi, semakin banyak terbentuk lembaga anti rasuah namun semakin meluas dan beragam pula kasus korupsi yang kini telah mempengaruhi semua lembaga negara, termasuk legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Kedepan, mesti ada perbaikan sistem birokrasi, pengawasan publik yang lebih kuat, pengoptimalan non conviction-based asset forfeiture (perampasan aset tanpa pemidanaan), juga penyempurnaan UU Tindak Pidana Korupsi dengan memasukkan pasal yang mengakomodasi delik illicit enrichment (kekayaan tidak sah).
Ini menjadi tugas kita semua para rakyat Indonesia untuk membasmi penyakit genetik yang tidak akan pernah sembuh di negeri ini.
M. Ibnu Ferry
Eksplorasi konten lain dari Cinews.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.