JAKARTA, cinews.id – Sekretaris Komisi E DPRD DKI Jakarta Jhonny Simanjuntak meminta Dinas Pendidikan (Disdik) Jakarta membatalkan pemutusan kontrak terhadap sejumlah guru honorer. Pemutusan kontrak disoal, karena jumlah tenaga pendidik semua jenjang pendidikan masih kurang.
“Kalau diputus kontrak pasti kekurangan guru, karena pengadaan guru dari ASN tidak bisa cepat, butuh waktu,” kata Jhonny dikutip dari laman resmi DPRD Jakarta, Sabtu (20/2024).
Disdik didorong mencari solusi bagi ratusan guru honorer terdampak cleansing honorer. Jhonny menyakini murid ikut terdampak kebijakan itu.
“Harus ada upaya terobosan lain dari Dinas Pendidikan selain pemecatan. Ini akan berakibat pada peserta didik, mereka tidak mendapat ilmu dari guru-guru yang berkompeten,” jelasnya.
Hal ini akan disampaikan langsung kepada Pelaksana tugas (Plt) Kepala Disdik Budi Awaluddin. Budi bakal dipanggil dalam rapat Komisi E bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta pekan depan.
“Minggu depan, Komisi E akan memanggil Dinas Pendidikan. Kita minta penjelasan sekaligus meminta supaya guru-guru yang sudah diputus dikembalikan seperti semula,” tandasnya.
Terkait hal itu, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Jakarta Budi Awaludin mengakui pihaknya melakukan hal ini berdasarkan tindak lanjut hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan bahwa proses rekrutmen guru honorer oleh sekolah-sekolah negeri di Jakarta tidak sesuai ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 63 Tahun 2022.
Dimana dalam pasal 40 Permendikbudristek tersebut menegaskan, guru yang dapat diberikan honor harus memenuhi persyaratan; berstatus bukan ASN, tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), Memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), dan belum mendapat tunjangan profesi guru.
Menurut Budi, jumlah honorer di lingkungan Dinas Pendidikan Jakarta sekarang jumlahnya mencapai 4.000 orang, terakumulasi sejak tahun 2016. Berdasarkan Persesjen Kemdikbud No. 1 Tahun 2018 (pasal 5), persyaratan NUPTK untuk guru honor adalah diangkat oleh kepala dinas. Sementara, rekrutmen guru honor selama ini diangkat oleh kepala sekolah atas alasan kebutuhan pendidikan tanpa melalui proses rekomendasi berjenjang ke tingkat dinas.
“Dari seluruh honorer yang ada saat ini dan tidak ada satu pun guru honor yang diangkat kepala dinas sehingga NUPTK-nya tidak dapat diproses, sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Budi dalam keterangannya dikutip, Sabtu (20/7/2024).
Dihubungi terpisah, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mendorong Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan BPK untuk berdialog mencari solusi yang lebih bijak karena keputusan mendadak ini berdampak besar bagi kehidupan para guru honorer.
“Prinsipnya, tidak boleh ada kebijakan yang merugikan di sektor pendidikan. Apalagi ini konteksnya pemutusan kerja bagi guru honorer yang dilakukan mendadak,” katanya
Sementara, Kepala Bidang Advokasi Guru dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri menilai, praktik kebijakan cleansing guru honorer tidak sesuai amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pemberdayaan guru harus dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
”Kalau dipecat, mereka seharusnya bisa mencari sekolah baru. Tetapi, ini sudah mulai tahun ajaran baru. Maka, ini sangat kurang manusiawi sekali. Dinas Pendidikan DKI Jakarta harus memberikan penjelasan cleansing itu maksudnya seperti apa,” kata Iman.
Iman menambahkan, jika kebijakan cleansing ini dampak dari penataan kebijakan aparatur sipil negara sebagaimana amanat UU No 20/2023 tentang Aparatur Sipil Negara, maka bertentangan dengan asas UU tersebut. Sebab, penyelenggaraan kebijakan ASN harus berdasarkan pada asas kepastian hukum, profesionalitas, proporsionalitas, keterpaduan, pendelegasian, netralitas, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, dan keterbukaan.
Eksplorasi konten lain dari Cinews.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.