Dalam Audiensi Bersama Komisi IX, FKHN Ungkap Banyak Honorer Hanya di Gaji Rp500 Ribu Per Bulan

JAKARTA, cinews.id – Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengungkap, bahwa Tenaga honorer yang bertugas di instansi pusat maupun daerah sebagian besar masih jauh dari kata sejahtera. Lantaran banyak dari para tenaga honorer hanya digaji Rp500 ribu per bulan.

Dan kini, Nasib tenaga honorer semakin tak menentu lantaran terdapat beberapa diantara mereka yang tidak masuk kuota pengangkatan menjadi ASN atau pun PPPK.

Dalam audiensi bersama Komisi IX DPR RI pada Selasa (28/5/2024), Forum Komunikasi Honorer Nakes dan Non Nakes (FKHN) Indonesia mengadukan kejelasan nasib mereka. Karena banyak tenaga honorer yang terancam tidak dapat diangkat menjadi PPPK.

Anggota Komisi IX Irma Suryani saat mengikuti audiensi dari Forum Komunikasi Honorer Nakes dan Non Nakes (FKHN) Indonesia di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2024).

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi IX Irma Suryani menilai kejelasan nasib tenaga honorer harus segera diputuskan.

Untuk itu, kata Irma, DPR akan mendorong Kementerian atau Lembaga untuk segera membahas kejelasan nasib tenaga honorer.

Adapun instansi terkait yang dimaksud Irma khususnya adalah KemenPAN RB, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Keuangan.

“Kementerian tersebut harus duduk bersama untuk menyelesaikan masalah ini, tidak bisa satu-satu, tentu akan kami fasilitasi juga,” kata Irma dalam audiensi bersama FKHN di Gedung DPR RI, Jakarta dikutip, Ahad (16/6/2024).

Lebih lanjut, Irma menyoroti tenaga honorer yang direkrut oleh Pemda tanpa nomenklatur yang jelas dari Kemendagri.

Menurut Irma, nasib tenaga honorer menjadi tidak jelas karena ada faktor-faktor janji politik di balik rekrutmen pegawai non ASN.

“Banyak sekali tenaga-tenaga honorer yang direkrut oleh Pemerintah Daerah, justru karena berpolitik. untuk mendukung bupati, walikota, gubernur, nah begitu mendukung ya gajinya itu yang dibawah 500 ribu itu. Setelah masuk tidak ada pertanggungjawaban, maka tidak masuklah legalitas mereka dalam BKN, karena yang mengangkat mereka bukan atas keputusan Menteri Dalam Negeri, diputuskan oleh Pemda semata,” terang Irma.

Dari audiensi bersama FKHN ini juga membuat Irma menjadi tahu, bahwa sistem penggajian tenaga honorer tidak jelas.

“Karena ternyata, gajinya dimasukan ke dalam nomenklaturnya, belanja barang jasa, dari situ saja kami sudah tau pasti tidak masuk kedalam nomenklaturnya pemerintah Mendagri, harusnya belanja pegawai bukan barang dan jasa,” katanya.

Meski pun DPR tidak memiliki wewenang memanggil para kepala daerah untuk membahas nasib tenaga honorer.

Namun demikian, Irma menegaskan pihaknya tetap akan mendampingi tenaga honorer mendapatkan keadilan dan kejelasan nasib.

“Tetapi untuk nakes dan non nakes, tentu kami bisa mendorong itu full ke kementerian kesehatan, dan saat menteri kesehatan kita panggil untuk RDP pun, kita sudah mempertanyakan itu.”ucap Irma.

“Bagaimana nakes dan non-nakes yang tidak terakomodir, harus ada solusi disitu. Namun, untuk yang di rekrut oleh Pemda, tentu itu diluar kewenangan kami, tapi itu pun kami tidak akan lepas tangan,” pungkasnya.

Perlu di ketahui, Saat ini terdapat 1.788.851 data tenaga honorer yang masuk ke database Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Data tenaga honorer tersebut kemudian dikategorikan menjadi enam kelompok kerja (Pokja) untuk diverifikasi dan validasi (verval).

Keenam pokja yang dimaksud adalah honorarium, surat Keputusan pengangkatan dan masa kerja, usia, jabatan, tingkat pendidikan, serta Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights