Gunakan Dalih Reklamasi, Galian C di Desa Palabuan Majalengka Tak Berizin dan Berorientasi Bisnis

Majalengka, CINEWS.ID – Aktivitas galian tanah atau galian C di Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka, kembali menuai sorotan tajam warga. Kegiatan yang disebut-sebut sebagai “reklamasi lahan tidak produktif” itu diduga kuat hanyalah kedok bagi praktik penambangan tanah urukan untuk kepentingan komersial.

Berdasarkan informasi yang dihimpun CINEWS, kegiatan tersebut dimotori oleh sejumlah pihak yang mengklaim ingin menjadikan lahan tandus lebih produktif. Namun dari pantauan langsung tim CINEWS di lapangan menunjukkan fakta sebaliknya. Aktivitas penggalian tanah itu berlangsung secara masif dan menggunakan armada truk berkapasitas besar (indeks 7–8) yang mengangkut tanah ke wilayah Jalan Marongge, Kabupaten Sumedang — indikasi kuat bahwa hasil galian dijual secara komersial.

Kepala Desa (Kades) Palabuan, Raman membenarkan adanya kegiatan tersebut di wilayahnya. Ia pun mengaku telah diminta menandatangani surat persetujuan yang diajukan oleh pengurus galian.

“Saya diminta tanda tangan surat persetujuan galian C di Desa saya. Di situ sudah ada tanda tangan beberapa pemilik lahan yang setuju tanahnya digali. Galian ini sudah berjalan sekitar dua minggu. Tanahnya dijual ke Jalan Marongge, wilayah Sumedang,” kata Raman kepada CINEWS pada, Senin (10/11/2025).

Dilain sisi, di balik kegiatan itu, warga setempat menaruh curiga. Berdasarkan informasi, galian tersebut melibatkan dua sosok pengusaha aktif dalam proyek pertambangan pasir dan batu, yakni Yogi, yang disebut-sebut merupakan anggota DPRD Kabupaten Majalengka dari Partai Golkar, serta Beni yang menurut warga merupakan anggota Satpol PP Kabupaten Majalengka.

Selain itu, ada dua calo lokal juga disebut tengah bersaing memperebutkan hasil penjualan tanah, pasir, dan batu dari lokasi tersebut.

Menurut keterangan beberapa warga Desa Pelabuan, kegiatan itu sudah berlangsung sejak lama tanpa adanya izin resmi.

“Dari dulu galian di sini tidak pernah punya izin, papan informasi pun tidak pernah ada. Tanah dan pasir terus diangkut, tapi tidak ada tindakan apa pun,” jelas salah seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Warga lainnya menambahkan, bahwa reklamasi sejatinya harus berada di bawah pengawasan pemerintah, bukan dijadikan kedok bisnis jual tanah dan pasir.

Secara hukum, aktivitas tersebut diduga melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Dalam Pasal 158 UU Minerba ditegaskan bahwa, “Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin (IUP, IUPK, atau SIPB) dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”

Selain itu, dalam hal ini tindakan Kepala Desa yang menandatangani surat persetujuan tanpa dasar izin dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak memiliki kekuatan hukum. Persetujuan semacam itu bahkan dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan kewenangan administratif.

Sesuai Permendagri Nomor 82 Tahun 2015, Kepala Desa dapat dikenai sanksi apabila terbukti lalai atau turut serta dalam kegiatan ilegal di wilayahnya.

Dengan demikian, aktivitas pertambangan di Desa Palabuan tersebut jelas tidak memiliki dasar hukum yang sah dan berpotensi menjerat semua pihak yang terlibat, baik pengusaha, pengelola, maupun oknum aparat desa, dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp100 miliar.

Kasus ini menjadi ujian serius bagi Dinas ESDM dan aparat penegak hukum di provinsi Jawa Barat, apakah akan tegas menelusuri legalitas kegiatan tersebut atau membiarkan aktivitas penambangan ilegal terus berlangsung di bawah dalih “reklamasi”.

Jika terbukti tidak memiliki izin resmi, maka kegiatan galian tanah, pasir, dan batu di Desa Palabuan ini jelas merupakan praktik penambangan ilegal yang merusak lingkungan sekaligus mencederai supremasi hukum di Kabupaten Majalengka.


Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.