Oleh : M.IBNU FERRY
BANDAR LAMPUNG – Pemberitaan tentang korupsi selalu menjadi tontonan pertama dan selalu hangat untuk diperbincangkan, karena realita menunjukkan bahwa semakin banyak pejabat publik yang terlibat kasus korupsi.
Korupsi saat ini sudah merupakan hasil dari sistem penyelenggaraan pemerintahan yang tidak tertata dan tidak terawasi dengan baik, dikarenakan produk hukum yang digunakan juga banyak mengandung kelemahan-kelemahan dalam implementasinya.
Di dukung Konsep Ketata Negaraan yang tidak maksimal, karena memiliki keterkaitan batin ke_Partaian, bukan kerakyatan antara Eksekutif dan legislatif belakangan ini. Dengan demikian bisa kita simpulkan bahwa korupsi sudah melembaga dan membudaya, serta sulit untuk dihapuskan.
Tidak terlepas Korupsi juga sudah menjalar di bidang pendidikan, terkhusus penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Padahal Kita tahu pendidikan itu sangat penting dalam proses perubahan sikap dan tata cara seseorang atau kelompok orang dalam upaya mendewasakan dirinya, atau dengan kata lain pendidikan itu suatu proses pembelajaran kepada peserta didik agar memiliki pemahaman terhadap sesuatu hal yang membantu mereka menjadi manusia yang kritis dalam berpikir, didukung dengan Fasilitas tempat belajar dan mengajar yang memadai.
Dana pendidikan disalahartikan untuk kepentingan pribadi, dilihat dari banyaknya kasus-kasus tentang dana pendidikan yang dikorupsi. Dimulai Sejak di keluarkannya Kebijakan dana bantuan operasional sekolah (BOS) pada bulan juli tahun 2005 sampai yang terakhir pada tahun 2023.
Jika dilihat dari kasus-kasus yang telah terungkap, maka pelaku utama dari penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah yaitu Kepala sekolah yang bekerja sama dengan Bendahara sekolah. Praktek Korupsi ini di golongkan dalam “Mercenery corruption,” ialah jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan pribadi , melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.
Adapun modus-modus Korupsi penyalahgunaan dana BOS yang sering dilakukan dengan cara-cara yang korup, seperti Kepala Sekolah diminta menyetor sejumlah uang tertentu kepada pengelola dana BOS di Diknas (dinas pendidikan nasional) dengan dalih mempercepat proses pencairan dana BOS, pihak sekolah (Kepala Sekolah) hampir selalu berdalih bahwa dana BOS kurang sampai penyalahgunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS), Kepala Sekolah menghimpun dana BOS untuk menyuap pegawai BPKP, Pengelolaan dana BOS tidak sesuai dengan petunjuk teknis (Juknis) yang sudah ditetapkan.
Baca Juga :
Bayar Gaji Guru Honorer Pakai Dana BOS, Begini Ketentuannya
Kualitas Guru Adalah Pondasi Sesungguhnya Dalam Dunia Pendidikan Bukan Kurikulum
Dan modus paling sering antara lain, Kepala sekolah memandulkan peran Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan dengan tujuan mempermudah “mengolah” dana BOS sendiri, dan pihak sekolah atas perintah kepala sekolah menarik sumbangan kepada para orang tua siswa dengan dalih kekurangan dana operasional sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Dana BOS, sengaja dikelola secara tidak transparan ditambah lagi hampir setiap sekolah tidak memasang papan informasi tentang dana BOS.
Sangat disayangkan Kepala sekolah (Kepsek) yang korup, padahal Kepsek seharusnya menjadi pedoman bagi muridnya karena menjadi orang No.1 disekolahnya, ternyata malah menjadi contoh buruk dalam perilaku mental yang korup dan melanggar Hak Asasi orang lain.
Mengutip pendapat Campbell, Corbally & Nyshand (1983) mengemukakan tiga klasifikasi peranan kepala sekolah dasar, yaitu:
(1) kepala sekolah sebagai figurehead atau simbol organisasi, leader atau pemimpin, dan liaison atau penghubung,
(2) kepala sekolah sebagai pemonitor, disseminator, dan spokesman yang menyebarkan informasi ke semua lingkungan organisasi, dan
(3) kepala sekolah sebagai entrepreneur, disturbance handler, penyedia segala sumber, dan negosiator .
Secara tersirat menegaskan bahwa tugas dan tanggung jawab Kepala Sekolah menyangkut keseluruhan kegiatan sekolah. Oleh karena itu seharusnya kepala sekolah menjadi orang no 1 di sekolah untuk lingkungan yang bersih, sehat dari korupsi, kolusi dan Nepotisme bukan malah menjadi motor (Pengendali), penyalahgunaan dana operasional sekolah untuk kepentingan pribadi dan kroni-kroninya.
Menurut Lord Acton (John Emerich Edward Dalberg Acton) dalam suratnya kepada Bishop Mandel Creighton, Menulis sebuah ungkapan yang menghubungkan antara korupsi dengan Kekuasaan, yakni : “Power tends to corrupt, and absolut power corrups absolutely”, (Kekuasaan cenderung untuk korupsi dan kekuasaan yang absolut cenderung korupsi yang absolut).
Sistem pengaturan juknis Bantuan Operasional Sekolah sudah di perketat dari tahun ke tahun untuk menciptakan sistem agar penyaluran tepat sasaran, tapi masih tetap bisa ada celah untuk memanipulasi data seperti laporan tahunan, adanya Nota-nota fiktif dari pembelian alat sekolah, tidak di bayarnya guru honorer, pungutan kepada wali murid untuk pembelian alat-alat sekolah, dan pengadaan barang dan jasa menjadi sector paling mudah terjadinya korupsi karena adanya manipulasi data didalamnya.
Dan suatu kejahatan tindak pidana Korupsi biasanya ketahuan setelah adanya audit tahunan dari BPK.
Penyalahgunaan dana BOS merupakan permasalahan yang secara terang-terangan ada dilingkungan sekolah. Sehingga harus ditangani bersama agar Dana BOS ini tidak di Korupsi dan harus tepat sasaran.
Eksplorasi konten lain dari Cinews.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.