Jakarta, CINEWS.ID – Tim Kuasa Hukum Nadiem Anwar Makarim berharap Hakim Tunggal pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan I Ketut Darpawan membatalkan penetapan tersangka Nadiem melalui putusan akhir praperadilan yang akan dibacakan pada Senin (13/10/2025).
Perwakilan tim kuasa hukum Nadiem, Dodi S Abdulkadir dalam keterangan di Jakarta pada, Jumat (10/10/2025) berkeyakinan bahwa penetapan tersangka mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) itu tidak sah.
Ia mengungkapkan sejak pertama sidang praperadilan 3 Oktober 2025 hingga kini, Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak pernah memberikan penjelasan resmi mengenai perbuatan spesifik tindak pidana korupsi yang dituduhkan dan dasar penetapan Nadiem sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek periode 2020-2022.
Dodi menyoroti proses yang dijalankan Kejagung cacat hukum baik secara formil maupun materiil sehingga harus dibatalkan.
Penolakan penetapan tersangka itu, menurut dia, didasarkan pada dua alat bukti yang tidak cukup hingga belum adanya perhitungan resmi kerugian keuangan negara.
“Mengingat tindak pidana korupsi itu adalah sekarang delik materiil, maka ini ibaratnya sama seperti adanya seseorang sudah ditetapkan tersangka melakukan pembunuhan tapi tidak ada yang mati. Jadi, begitu juga penetapan tersangka terhadap Nadiem dapat diibaratkan seperti itu,” katanya.
Menurut Dodi, Nadiem ditetapkan sebagai tersangka tanpa adanya hitungan kerugian keuangan negara oleh lembaga yang sah. Padahal unsur material tersebut harusnya sudah dipenuhi sebelum Nadiem ditetapkan sebagai tersangka.
Pernyataan itu sejalan dengan saksi ahli yang dihadirkan oleh tim kuasa hukum Nadiem dalam sidang praperadilan, yakni Pakar Hukum Pidana Chairul Huda.
Ia menjelaskan kerugian keuangan negara yang menjadi dasar penetapan tersangka haruslah berupa kerugian nyata dan pasti jumlahnya (actual loss), bukan sekadar potensi kerugian atau dugaan semata (potential loss).
Chairul mengatakan jika penetapan tersangka perihal adanya kerugian keuangan negara hanya didasarkan pada hasil ekspose, yang merupakan sekedar praktek penyidikan yang tidak dapat dipandang sebagai alat bukti yang sah.
“Jika terus dilanjutkan, tindakan itu merupakan bentuk kesewenang-wenangan yang sama sekali tidak dapat dibenarkan,” ujarnya.
Dalam proses praperadilan sebelumnya, sebanyak 12 tokoh antikorupsi dari berbagai latar belakang, termasuk mantan pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga mantan Jaksa Agung mengajukan pendapat hukum dalam bentuk sahabat pengadilan (amicus curiae) kepada hakim praperadilan dalam perkara pemeriksaan permohonan praperadilan nomor 119/Pid.Pra/2025/PN Jkt.Sel.
Para amici (sebutan bagi pihak amicus curiae) berpandangan bahwa proses praperadilan saat ini sering menyimpang dan gagal berfungsi sebagai pengawas efektif terhadap penggunaan diskresi penyidik, sekaligus mendesak reformasi proses pemeriksaan praperadilan penetapan tersangka secara umum di Indonesia.
Dalam kasus Nadiem, mereka menilai dua alat bukti yang dijadikan dasar penetapan tersangka terhadap pemohon tidak cukup kuat untuk menduga pemohon sebagai pelaku tindak Pidana.
Dengan kata lain, tindakan pemohon menetapkan status tersangka tidak berlandaskan pada konsep reasonable suspicion atau kecurigaan yang beralasan.
Mereka beranggapan beban pembuktian seharusnya tidak diberikan kepada pemohon, melainkan termohon, yaitu penyidik Kejaksaan Agung.
Sebab, pada dasarnya penyidik lah yang mendalilkan sesuatu bahwa terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga pemohon adalah pelakunya.
Dengan menjalankan prinsip tersebut, para amici menilai dalam sidang praperadilan, hal pertama yang harus dilakukan oleh pihak termohon adalah menjelaskan tindak pidana yang diduga terjadi dan alasannya menduga seseorang sebagai pelaku tindak pidana.
Dalam perkembangan kasus itu, Kejagung mengungkapkan telah menerima pengembalian uang.
“Memang informasinya ada beberapa pengembalian uang, baik dalam bentuk rupiah maupun dolar, menurut informasinya,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna di Jakarta, Jumat.
Anang mengatakan uang tersebut dikembalikan oleh pihak vendor dan pihak kementerian pada beberapa bulan lalu.
“Terkait jumlah uang yang dikembalikan, Anang belum bisa mengungkapkannya. Nanti lah. Kalau nanti naik di dakwaan, di persidangan akan terungkap,” ujarnya.
Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.