Jakarta, CINEWS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap eks Direktur PT Pasific Cipta Solusi, Elvizar pada hari ini, Senin 22 September 2025. Dia akan dimintai keterangan sebagai tersangka dugaan korupsi digitalisasi stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) PT Pertamina (Persero) oleh PT Telkom.
“Pemeriksaan dilakukan di gedung Merah Putih KPK,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Senin (22/9/2025).
Sementara saat dikonfirmasi terpisah, Budi mengatakan sudah meminta penjadwalan ulang. Dia tapi tak memerinci kapan waktu pastinya.
“Minta penjadwalan ulang. Nanti diinformasikan,” tegasnya.
Selain Elvizar, penyidik juga menjadwalkan pemanggilan terhadap Ernist Rindang Marojohan selaku General Manager Business Service dan Sinergi Group PT PINS Indonesia periode 2018-2020. “KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi,” ungkap Budi.
Diberitakan sebelumnya, KPK kembali mengusut dugaan korupsi di PT Pertamina (Persero). Kali ini, kaitannya proyek digitalisasi stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang diduga terjadi pada 2019-2023.
Untuk mengusut kasus ini, KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) pada September 2024. Tiga tersangka sudah ditetapkan tapi belum diumumkan secara resmi.
Dari informasi yang dikumpulkan, tiga tersangka itu adalah DR dan W dari pihak PT Telkom serta Elvizar selaku Direktur PT Pasific Cipta Solusi.
Adapun Elvizar tak hanya jadi tersangka kasus digitalisasi ini. Dia juga menjadi pihak yang harus bertanggung jawab dalam dugaan korupsi pengadaan mesin EDC bank himbara.
Elvizar disebut pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu sebagai broker dalam dua kasus yang berbeda ini. Dia mendapat untung dari perannya itu tapi di satu sisi membuat terjadinya kemahalan bayar sehingga timbul kerugian negara.
“Untuk modusnya sama. Jadi barang-barang yang harusnya si Pertamina maupun bank pelat merah ini bisa langsung ke prinsipal, bisa langsung ke penyedia pertama, dia itu (Elvizar, red) ada di tengah,” kata Asep kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 14 Agustus.
“Padahal dia tidak memberikan value added, tidak memberikan nilai tambah tapi dia dapat sejumlah uang,” sambungnya.
Akibat peran Elvizar ini, Asep bilang, proses pengadaan EDC dan digitalisasi SPBU PT Pertamina jadi semakin mahal. Karena, prosesnya tidak langsung dengan pihak pertama penyedia layanan.
“Kalau saja si pengguna ini, baik Pertamina maupun bank pelat merah langsung ke pihak pertama maka harganya akan lebih murah, jadi ini ada peningkatan harga. Ini ada di tengah-tengah,” tegasnya.
Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.