Monev Jadi Modus Baru Korupsi Dana Desa di Desa Boteng Gresik

Gresik, CINEWS.ID
Modus terbaru memanfaatkan Monev sebagai celah korupsi Dana Desa di Desa Boteng, kabupaten gresik, Jawa Timur. Dalam proyek pengerjaan pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT) dengan panjang 25 meter dan ketinggian 2.5 meter yang memakan anggaran 100 juta.

Pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT) di Desa Boteng, Gresik.

Namun berdasarkan pengamatan awak media CINEWS di lokasi, bangunan TPT tersebut tidak sesuai RAB baik ukuran bangunan maupun anggaran yang mencapai 100 juta.

Saat dikonfirmasi, Kepala Desa (Kades) Boteng menyatakan, bahwa dirinya baru menjabat dua minggu di kantor desa boteng dan belum memahami tentang pelaksanaan pembangunan TPT itu.

Sementara, menurut pengakuan dari beberapa perangkat desa, pengerjaan TPT tersebut sudah sesuai dengan monitoring dan evaluasi (Mone).

“Juga disaksikan langsung oleh petugas dari kecamatan Menganti,” kata salah seorang perangkat desa Boteng.

Dan menurutnya, saat ini masih dalam pembangunan tahap 1 dengan realisasi anggaran 50 juta.

Saat ditanya mengenai keberadaan lokasi tanah jauh lebih rendah dari pondasi TPT, hal ini bila terjadi fenomena alam seperti hujan deras dan terjadi banjir, akan berdampak kerusakan yang sangat krusial pada TPT tersebut. Pihak kantor desa boteng mengatakan hanya mengikuti RAB dari Dinas Pekerjaan Umum (PU).

“kami hanya mengikuti RAB dari Dinas PU,”jawabnya,

Padahal, tidak adanya penerapan K3, dapat berdampak buruk pada bangunan dan warga sekitar.

Warga Desa Boteng pun mempertanyakan jika pondasi TPT tersebut tergerus air hujan atau banjir berpotensi erosi, siapakah yang bertanggung jawab bila insiden ini benar benar terjadi, apakah pihak Pemdes atau Dinas PU. atau lempar batu sembunyi tangan.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang penyalahgunaan dana Desa, dapat dijerat dengan sanksi administratif. sesuai UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), dengan pasal utama yang relevan adalah Pasal 3 UU Tipikor. Sanksi pidana tersebut dapat berupa pidana penjara dan/atau denda.
Dasar Hukum dan Pelanggaran
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa:
Menyebutkan bahwa kepala desa memiliki kewenangan untuk mengelola keuangan desa. Pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan yang tercantum dalam UU Desa, termasuk penyalahgunaan keuangan desa, dapat dikenakan sanksi administratif. Pasal 29-32 UU Desa menjadi dasar hukum terkait pertanggungjawaban kepala desa.

UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) – UU Nomor 20 Tahun 2001
Pasal 3: adalah dasar hukum utama untuk tindakan korupsi oleh kepala desa, berbunyi bahwa setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan negara, akan dipidana penjara seumur hidup atau paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda.
Penyalahgunaan anggaran desa secara tidak sah masuk dalam kategori perbuatan melawan hukum yang dapat dijerat sebagai tindak pidana korupsi.

  • Sanksi yang Diberikan :
    Sanksi Administratif (Berdasarkan UU Desa):
    Teguran lisan.
  • Teguran tertulis.
    Pemberhentian sementara dari jabatan kepala desa.
    Pemberhentian dari jabatan kepala desa.
  • Sanksi Pidana (Berdasarkan UU Tipikor):
    Pidana penjara: Hukuman penjara seumur hidup atau paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun, bergantung pada tingkat kerugian negara.
    Denda: Denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Masyarakat dapat melaporkan penyalahgunaan anggaran desa kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau pemerintah supra desa (Kecamatan).

Mekanisme pengawasan melibatkan masyarakat desa, BPD, Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), Camat, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.