Jakarta, CINEWS.ID – DPR RI akan mulai pembahasan RUU Perampasan Aset pada Rabu pekan depan dan diharapkan bisa selesai pada akhir tahun ini. DPR memastikan pembahasan dilakukan secara bertahap mulai dari penetapan di Prolegnas, penyusunan naskah akademik, hingga pembahasan di Baleg.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Sturman Panjaitan menyampaikan sejumlah RUU yang menjadi perhatian publik, antara lain RUU Perampasan Aset dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) masuk dalam Prolegnas 2025.
“Ini (RUU Perampasan Aset) masuk dalam Prolegnas (Prioritas) 2025 dan 2026. Jika tidak selesai tahun 2025, akan dilanjutkan 2026, sama halnya dengan RUU lainnya,” katanya dalam keterangan tertulis di laman resmi DPRRI.go.id dikutip, Sabtu (20/9/2025).
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Hukum Prof. Eddy Omar Sharief Hiariej menyoroti pentingnya perumusan definisi hukum dalam RUU Perampasan Aset.
“Dalam literatur hukum, istilah perampasan aset tidak dikenal luas. Di berbagai negara lebih dikenal konsep asset recovery atau pemulihan aset. Penyusunannya perlu dilakukan dengan kajian mendalam,” tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Baleg DPR Bob Hasan menegaskan pentingnya mengedepankan prinsip meaningful participation atau partisipasi publik yang bermakna dalam pembahasan beleid.
Kata Bob Hasan, partisipasi bermakna harus menjadi penekanan agar publik tidak hanya mengetahui judul undang-undang, tetapi juga memahami substansi yang terkandung di dalamnya.
“Harus jelas, apakah perampasan aset termasuk pidana asal, pidana tambahan, pidana pokok, atau bahkan masuk ranah perdata,” ujar Bob Hasan di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta.
Sebelumnya, dalam rapat evaluasi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, RUU Perampasan Aset bersama dua RUU lainnya: yaitu RUU Kamar Dagang Industri (Kadin) dan RUU Kawasan Industri, disepakati oleh seluruh fraksi dan pemerintah untuk masuk dalam Prolegnas 2025.
Atas dasar itu, Legislator asal Fraksi P-Gerindra ini memastikan bahwa seluruh pembahasan beleid nantinya akan mengedepankan keterbukaan.
DPR memastikan proses pembahasan akan dilakukan secara transparan. Penyusunan naskah akademik hingga draf RUU akan dibuka melalui berbagai saluran.
“Tidak boleh ada pembahasan yang tertutup. Semua harus bisa diakses publik,” tegasnya.
Lebih lanjut, DPR pun menekankan bahwa pembahasan RUU Perampasan Aset tidak bisa dilepaskan dari reformasi hukum pidana yang tengah berjalan.
RUU ini akan disusun secara paralel dengan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang saat ini tengah difinalisasi. Hal ini penting mengingat perampasan aset erat kaitannya dengan mekanisme hukum acara pidana.
Perlu diketahui, DPR mengingatkan bahwa KUHP baru akan resmi berlaku mulai 1 Januari 2026. Dengan demikian, penyusunan RKUHAP dan RUU Perampasan Aset harus seirama agar tercipta sinkronisasi yang kuat dalam sistem hukum nasional.
“Jangan sampai salah arah. KUHP berlaku 2026, maka acara dan instrumen hukum lain, termasuk perampasan aset, harus punya fondasi yang kokoh,” jelas legislator dari dapil Lampung II ini.
Rencananya, RUU Perampasan Aset akan mulai dibahas setelah masuk tahap evaluasi pada Rabu pekan depan. DPR memastikan pembahasan dilakukan secara bertahap mulai dari penetapan di Prolegnas, penyusunan naskah akademik, hingga pembahasan di Baleg.
Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.