BGN Jangan Tutup Mata, DPR RI Sebut Pelaksanaan MBG Sudah Menunjukkan Kelalaian Serius

Jakarta, CINEWS.ID – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris menilai, persoalan yang terus berulang dalam pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) sejauh ini telah menunjukkan kelalaian yang sama parahnya, baik dari penyedia layanan, maupun dari sisi pengawasan pemerintah.

Hal itu dikatakan Charles merespon soal masalah yang masih terus terjadi dalam program MBG, meski sudah setengah tahun lebih berjalan. Di bulan ke-6 pelaksanaan MBG Juli ini saja, 220 siswa di Kupang, NTT, menjadi korban keracunan setelah menyantap menu MBG sehingga harus dilarikan ke rumah sakit. Kemudian di Magelang, Jateng, siswa juga menemukan belatung di lauk menu MBG yang diterimanya.

“Seakan keracunan demi keracunan yang telah banyak memakan korban tidak memberi pelajaran berarti untuk terus berbenah diri,” kata politikus PDI Perjuangan ini kepada CINEWS, Senin (28/7/2026).

“Korban keracunan MBG bukanlah ‘error’ secara statistik yang bisa diabaikan untuk mengklaim keberhasilan secara umum. Ini bukan soal angka, tapi soal kesehatan raga anak-anak penerus bangsa,” imbuhnya.

Oleh sebab itu, menurut Charles, Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai pelaksana program MBG tidak boleh menutup mata.

“BGN harus segera mencabut izin Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang terbukti lalai sehingga membahayakan keselamatan anak-anak kita. Jangan tunggu korban berjatuhan lebih banyak lagi!” tegas Charles.

Dengan alokasi anggaran yang sangat besar, menurut Charles, BGN juga hendaknya jangan terlalu sibuk mengejar jumlah penerima manfaat MBG.

“Perlu diingat bahwa yang paling utama adalah kualitas dari manfaat BMG itu sendiri. Buat apa menjangkau sebanyak-banyaknya, kalau yang diberikan tidak layak konsumsi, bahkan membahayakan?,” ucap Charles.

Charles pun mengingatkan kembali hasil rapat antara Komisi IX DPR, BGN, dan BPOM beberapa waktu lalu, di mana disepakati bahwa BPOM harus dilibatkan secara aktif dalam pengawasan penyediaan MBG di seluruh daerah.

“Namun, dari kejadian-kejadian terakhir, tampaknya kesepakatan ini belum dijalankan. Perlu diingat, kesimpulan rapat dalam komisi-komisi di DPR adalah dokumen resmi yang keputusannya mengikat,” pungkasnya.