Lampung, CINEWS.ID – Kelebihan atau over kapasitas dari perkembangan industri Tiongkok kini dipandang bukan hanya sebagai sumber disinflasi global, tetapi juga sebagai ancaman geopolitik yang semakin besar.
Meskipun data inflasi AS terbaru menunjukkan tarif di bawah Presiden Trump mulai menaikkan harga (Capital Economics memperkirakan inflasi barang inti akan mencapai 4,4% pada akhir tahun), perkembangan yang jauh lebih signifikan sedang terjadi di Tiongkok, kata perusahaan tersebut.
Faktanya saat ini inflasi barang global atau lebih tepatnya disinflasi, bukan terjadi di Amerika tapi di Tiongkok,
Menurut laporan Capital Economics, harga ekspor Tiongkok anjlok lebih dari 20% sejak puncaknya di era pandemi, akibatnya berdampak pada penurunan harga barang di negara-negara maju sekitar 0,4 poin persentase.
Masih berdasarkan sumber yang sama, harga barang tahan lama konsumen di tingkat pabrik turun pada laju tercepat sejak krisis keuangan 2009. Namun, hal ini bukan disebabkan oleh peningkatan produktivitas.
Saat ini erang harga yang sangat ketat pun tengah terjadi di seluruh industri Tiongkok, hal itu di picu karena perusahaan-perusahaan di Tiongkok mempertahankan pangsa pasar dan melepas kelebihan kapasitas.
Berdasarkan berbagai sumber, para analis menyakini Beijing saat ini tengah berusaha mengakhiri apa yang disebutnya “persaingan tidak teratur“, namun masalahnya hal itu bersifat struktural.
Diketahui, model pertumbuhan negara Tiongkok sangat bergantung pada investasi, di mana investasi masih menyumbang sekitar 40% dari PDB, hal itu yang diduga menjadi penyebab kelebihan kapasitas kronis, dengan margin yang sangat tipis dan imbal hasil yang terus menurun.
Dengan konsumsi yang lemah dan penurunan sektor properti sehingga kelebihan kapasitas produk Tiongkok menyebabkan produk mereka membanjiri pasar global.
Hal ini memicu kekhawatiran, tidak hanya negara raksasa industri seperti Amerika, tetapi juga Brussels, Tokyo dan pasar negara berkembang.
Ditengah ketatnya persaingan industri, sementara pemerintah Tiongkok terus memacu perusahaan_perusahaan di Tiongkok untuk terus berproduksi, lantaran produksi besar-besaran itu menggunakan anggaran pemerintah daerah dan pinjaman lunak, sehingga belakangan diperkirakan sekitar 30% produsen Tiongkok kini merugi.
Tiongkok yang dulunya merupakan mesin pertumbuhan global dengan cepat menjadi sumber gesekan geopolitik, hal ini menjadi peringatan bahwa persaingan pertumbuhan model Tiongkok saat ini mengancam stabilitas dan ketertiban ekonomi global.
Penulis: M. Ibnu Ferry |