Berita  

Larangan Siaran Langsung Persidangan di RUU KUHAP Dihapus, Bukti DPR Jamin Keterbukaan Informasi

Jakarta, CINEWS.ID – Pengamat komunikasi politik, Silvanus Alvin mengapresiasi sikap DPR RI melalui Komisi III yang menghapus pasal larangan penayangan persidangan secara langsung atau live dalam RUU KUHAP yang saat ini tengah dibahas.

Terlebih, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan bahwa usulan penghapusan itu diambil setelah menerima masukan dari kelompok masyarakat sipil, termasuk organisasi pers.

“Penghapusan larangan tayangan live rapat DPR memberikan harapan bagi pers dan publik bahwa keterbukaan di Indonesia dijaga dan dirawat,” ujar Alvin, Jumat (11/7/2025).

“Tidak hanya itu, Ketua Komisi III bersama pemerintah betul-betul mendengar masukan dari AJI dan koalisi masyarakat sipil serta masyarakat umum,” sambungnya.

Seperti diketahui, Komisi III DPR dan pemerintah menyepakati penghapusan ketentuan yang melarang publikasi siaran langsung persidangan dari draf RUU KUHAP. Di mana ketentuan tersebut dimuat dalam Pasal 253 Ayat (3) draf RUU KUHAP.

Penghapusan ini disepakati setelah Komisi III DPR RI menerima masukan dari kelompok masyarakat sipil, termasuk organisasi pers dalam rapat dengar pendapat umum yang digelar pada masa reses lalu.

Menurut Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, norma tersebut seharusnya tidak diatur dalam KUHAP karena bersifat hukum materil.

Pemerintah melalui Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej pun menyetujui usulan penghapusan ketentuan larangan publikasi siaran langsung persidangan ini. Sebab ia menilai, ketentuan mengenai siaran langsung sudah tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru.

Dengan diizinkannya siaran langsung rapat DPR, Alvin menilai, masyarakat dan pers dapat mengawasi secara real-time proses pengambilan keputusan yang berdampak pada kehidupan publik. Hal ini, menurutnya, juga mengurangi ruang untuk praktik tidak transparan.

“Dan pada akhirnya akan meminimalisir UU yang kontroversial,” kata Alvin.

“Implikasi lainnya, dapat mengurangi potensi korupsi, kolusi, atau kebijakan sepihak yang merugikan rakyat,” imbuhnya.

Di sisi lain, Alvin menyebut bahwa DPR, Pemerintah dan masyarakat juga saling mengetahui batasan. Di mana ada isu-isu negara yang dianggap sensitif dan tidak bisa ditayangkan secara langsung atau live.

Karenanya ke depan, Alvin berharap, tidak ada lagi wacana untuk mengembalikan larangan serupa agar prinsip transparansi dan akuntabilitas tetap terjaga.

“Tidak kalah penting adalah menyediakan arsip dari tayangan live rapat-rapat DPR yang ada, agar bisa mudah diakses oleh masyarakat dan peneliti,” pungkasnya.

Editor: Ibnu Ferry

Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.