Menteri UMKM Mengaku Belum Dapat Info Soal Toko Online Bakal Kena Pajak 0,5 Persen

Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman.

Jakarta, CINEWS.ID – Pemerintah Indonesia berencana menerapkan regulasi baru yang mewajibkan platform e-commerce atau toko online untuk memotong pajak dari pendapatan penjualan penjual.

Melansir laporan eksklusifnya Reuters, disebut regulasi ini sebagai upaya meningkatkan penerimaan negara.

Kebijakan yang bertujuan menciptakan kesetaraan antara toko daring dan toko fisik, diperkirakan diumumkan paling cepat bulan depan.

Langkah ini muncul saat Indonesia sedang menghadapi lemahnya kinerja penerimaan negara.

Regulasi tersebut akan berdampak pada para pemain utama e-commerce di Indonesia.

Termasuk TikTok Shop milik ByteDance, Tokopedia (GOTO.JK), Shopee milik Sea Limited (SE.N), Lazada yang didukung Alibaba (9988.HK), Blibli, dan Bukalapak (BUKA.JK).

Namun, platform e-commerce menolak rencana ini karena khawatir menambah beban administrasi dan mendorong penjual menjauh dari pasar daring atau online.

Indonesia sebenarnya sempat menerapkan aturan serupa pada akhir 2018. Waktu itu mereka mengharuskan marketplace menyerahkan data penjual dan memastikan mereka membayar pajak penjualan. Namun, aturan tersebut dicabut tiga bulan kemudian akibat penolakan industri.

Dalam laporan Reuters itu menyebutkan bahwa para sumber meminta identitasnya dirahasiakan karena tidak berwenang memberikan pernyataan resmi.

Sementara, Kementerian Keuangan Indonesia yang akan mengeluarkan peraturan tersebut menolak memberikan komentar. Begitu pun Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA) juga tidak mengonfirmasi ataupun menyangkal rincian kebijakan itu.

Namun yang pasti, jika aturan tersebut diterapkan akan berdampak pada jutaan penjual.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan menunjukkan penerimaan negara turun 11,4 persen secara tahunan pada periode Januari–Mei menjadi Rp995,3 triliun (sekitar USD61 miliar).

Fakta itu dipengaruhi harga komoditas yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang lesu, serta gangguan sistem perpajakan akibat pembaruan teknologi.

Sementara, industri e-commerce Indonesia sedang berkembang pesat.

Nilai transaksi bruto (GMV) diperkirakan mencapai USD65 miliar tahun lalu dan diprediksi naik menjadi USD150 miliar pada 2030.

Hal itu disebut dalam laporan Google, Temasek (investor negara Singapura), dan konsultan Bain & Co.

Menurut para sumber, di bawah aturan baru, platform e-commerce wajib memotong dan menyetorkan pajak sebesar 0,5% dari pendapatan penjualan penjual.

Kewajiban itu untuk penjual yang memiliki omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar.

Para penjual tersebut dikategorikan sebagai usaha kecil dan menengah yang sebetulnya sudah diwajibkan membayar pajak itu secara langsung.

Salah satu sumber juga menambahkan dalam rancangan aturan tersebut, terdapat sanksi bagi platform yang terlambat melaporkan.

Pernyataan para sumber diperkuat oleh isi presentasi resmi dari Direktorat Jenderal Pajak kepada pelaku usaha yang dilihat oleh Reuters.

Selain kekhawatiran soal beban administratif, platform e-commerce juga cemas sistem pajak yang sedang mengalami gangguan teknis sejak pembaruan awal tahun ini akan kesulitan menangani volume data yang diminta pemerintah.

Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mengaku belum mendapatkan informasi ihwal pemberlakukan pajak bagi pelaku UMKM yang berjualan melalui e-commerce dengan omzet minimal Rp500 juta per tahun.

Meski demikian, Maman menyatakan akan mengecek lebih lanjut terlebih dahulu terkait koordinasi antara DJP dan kementeriannya.

“Nanti saya jawab deh ya oke, saya juga belum dapet informasinya,” katanya saat dikonfirmasi, Rabu (25/6/2025).

Meskipun regulasi resminya belum diterbitkan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mulai melakukan sosialisasi secara terbatas kepada sejumlah marketplace.

Reporter: Ahmad Zein
Editor: M. Ibnu Ferry

Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.