Berita  

Menteri Lingkungan Hidup Tegaskan Bahwa Aktivitas Pertambangan di Raja Ampat Melanggar Undang Undang

Konferensi pers Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, terkait persoalan tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat, Minggu (8/6/2025).

Jakarta, CINEWS.ID – Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq menegaskan, bahwa aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat, melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Menurut Hanif, pihaknya mengawasi empat perusahaan tambang nikel di wilayah tersebut, yaitu PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining.

Keempat perusahaan itu ialah PT Gag Nikel beroperasi di Pulau Gag dengan luas 6.030,53 hektare (setara 60 kilometer persegi); kemudian PT Anugerah Surya Pratama, di Pulau Manuran seluas 746 hektare (setara 7 kilometer persegi); PT Mulia Raymond Perkasa di Pulau Batang Pele mencakup wilayah 2.193 Hektare (setara 20 kilometer persegi) di Pulau Batang Pele; dan PT Kawei Sejahtera Mining seluas 5 hektare di Pulau Kawe (setara 0,05 kilometer persegi).

Konferensi pers Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, terkait persoalan tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat, Ahad (8/6/2025).

“Itu keempat-empatnya merupakan pulau-pulau kecil, sebagaimana yang disebutkan di dalam undang-undang terkait pengaturan pulau kecil dan pesisirnya,” kata Hanif dalam konferensi pers di Jakarta, Ahad (8/6/2025).

Hanif menjelaskan, ada 13 perusahaan yang diizinkan melanjutkan kontrak karya penambangan di kawasan hutan lindung hingga izin berakhir, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Perppu No 1 Tahun 2004.

“Intinya Perppu tersebut mengecualikan 13 perusahaan yang seharusnya tidak boleh menambang di hutan lindung secara pola terbuka kecuali 13 perusahaan termasuk PTGN (Gag Nikel). Dengan demikian maka berjalanlah kegiatan penambangan legal di Pulau Gag ini seluas 6.030 hektare,” terangnya.

Aktivitas penambangan di Pulau Gag telah dihentikan untuk sementara, menyusul instruksi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, guna menindaklanjuti aduan masyarakat.

Hanif mengungkapkan, aktivitas penambangan di Raja Ampat terjadi di pulau-pulau kecil. Hal itu tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil.

Regulasi tersebut melarang aktivitas tambang di pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 kilometer persegi beserta kesatuan ekosistemnya.

Sebagaimana hasil pengawasan kegiatan pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, pada 26-31 Mei 2025, Kementerian Lingkungan Hidup menyebut ada empat perusahaan tambang nikel menjadi objek pengawasan.

“Persetujuan lingkungan mestinya kita tinjau kembali atau kita mungkin pertimbangkan memberikannya bila mana teknologi penanganannya tidak kita kuasai atau kemampuan kita untuk merehabilitasi tidak mampu,” ujarnya.

Sesuai dengan Keputusan Mahkamah Agung, kata Hanif, pelaksanaan pelarangan kegiatan pertambangan di pulau kecil ini dilakukan tanpa syarat.

Keputusan itu terjadi pada kasus di Kepulauan Konawe. Saat itu, ada suatu perusahaan yang digugat oleh masyarakat. Mahkamah Agung memenangkan masyarakat meskipun perusahaan tersebut sudah sangat lengkap dokumennya.

Perusahaan tersebut melakukan gugatan akhir di MK. Kemudian, Mahkamah justru memperkuat keputusan MA tersebut.

“Artinya ini ada yurisprudensi hukum bahwa terkait dengan kegiatan-kegiatan ini memang menjadi hal yang dilarang terkait dengan kegiatan penambangan di pulau-pulau kecil. Ini menjadi rujukan kita pada saat mempertimbangkan persetujuan lingkungan yang harus kita kemudian review untuk kita evaluasi kembali,” pungkasnya.


Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.