Jerat Hukum Bagi Pelaku Bullying di Lingkungan Pendidikan

Bandar Lampung – Belakangan banyak berita tentang bullying di sekolah,  Bullying bisa terjadi pada siapa saja, namun lebih sering dilakukan oleh anak usia remaja.

Bullying dapat di artikan sebagai tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya.

Dampak Bullying bagi Korban
Jika tidak segera dihentikan, perilaku bullying bisa menyebabkan berbagai macam gangguan mental maupun fisik bagi korban yang mengalaminya, seperti:

  1. Memicu Masalah Mental
    Dampak bullying bagi korban yang paling sering terjadi adalah memicu masalah kesehatan mental, seperti gangguan cemas, depresi, hingga post-traumatic stress disorder (PTSD). Pengaruh bullying terhadap kesehatan mental ini biasanya dialami oleh korban dalam jangka waktu panjang.
  2. Gangguan Tidur
    Insomnia juga menjadi salah satu dampak bullying bagi korban yang tak boleh diremehkan. Pasalnya, korban bullying sering kali mengalami stres berkepanjangan yang bisa menyebabkan hyperarousal, yaitu kondisi ketika tubuh menjadi sangat waspada sehingga mengganggu keseimbangan siklus tidur dan terjaga.
  3. Penurunan Prestasi
    Anak yang mengalami bullying biasanya akan kesulitan untuk memusatkan fokus dan konsentrasinya saat sedang belajar. Korban bullying juga kerap merasa enggan untuk pergi ke sekolah karena ingin menghindari tindakan penindasan yang dialaminya. Bila dibiarkan terus-menerus, kondisi tersebut bisa berdampak pada penurunan prestasi akademik anak.
  4. Trust Issue
    Trust issue merupakan kondisi ketika seseorang sulit memercayai orang-orang yang ada di sekitarnya. Kondisi ini rentan dialami oleh korban bullying karena mereka khawatir akan mendapatkan perlakuan buruk kembali bila menaruh kepercayaan terhadap orang lain.
    Bahkan, bila tidak segera diatasi, korban bullying yang mengalami trust issue cenderung akan menutup dirinya dan enggan bersosialisasi dengan orang lain.
  5. Memiliki Pikiran untuk Balas Dendam
    Dampak bullying terhadap psikologi korban berikutnya adalah memiliki pikiran untuk balas dendam. Hal ini perlu diwaspadai karena bisa menyebabkan seseorang melakukan tindakan kekerasan pada orang lain untuk melimpahkan kekesalannya.
  6. Memicu Masalah Kesehatan
    Selain psikis, tindakan bullying bisa memengaruhi kondisi tubuh terutama bagi korban yang mendapatkan kekerasan secara fisik, seperti luka dan memar.
Baca juga :
Cegah Sekolah Jual Baju Seragam, Memasuki PPDB Baru Disdik Provinsi Diminta Buat Surat Edaran

Bahkan, bullying juga turut memicu stres berkepanjangan sehingga berisiko menimbulkan berbagai macam masalah kesehatan, di antaranya penurunan daya tahan tubuh, sakit kepala, dan gangguan pencernaan. Perilaku ini pun dapat memperburuk kondisi anak yang telah memiliki riwayat masalah kesehatan sebelumnya, seperti gangguan jantung atau penyakit kulit.

Lebih lanjut, pelaku bullying biasanya agresif baik secara verbal maupun fisikal, ingin populer, sering membuat onar, mencari-cari kesalahan orang lain, pendendam, iri hati, hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial di sekolahnya. Selain itu, pelaku bullying juga menempatkan diri di tempat tertentu di sekolah atau sekitarnya, merupakan tokoh populer di sekolahnya, gerak-geriknya sering kali ditandai dengan berjalan di depan, sengaja menabrak, berkata kasar, dan menyepelekan/melecehkan.

Pasal tentang Bullying di Sekolah

Tentang pasal bullying di sekolah, dalam artikel ini penulis mengasumsikan bahwa pelaku dan korban bullying masih dalam usia anak, yaitu seseorang yang belum berusia 18 tahun.

Pada dasarnya setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Terlebih anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan, wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain seperti petugas keamanan, petugas kebersihan, penjual makanan, petugas kantin, petugas jemputan sekolah, dan penjaga sekolah.

Baca juga :
Menurut Aturan Komite Sekolah Tidak Dibenarkan Tarik Pungutan Berkedok Sumbangan

Adapun terkait pasal bullying di sekolah, baik pasal bullying fisik dan pasal bullying verbal, Pasal 76C UU 35/2014 mengatur setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Jika larangan melakukan kekerasan terhadap anak ini dilanggar, pelaku bisa dijerat Pasal 80 UU 35/2014 yang berbunyi :

“Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 76C UU 35/2014, dipidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta.
Apabila anak mengalami luka berat, maka pelaku dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.
Apabila anak meninggal dunia, maka pelaku dipidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar.
Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan pada ayat (1), (2), dan (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.”

Namun, mengingat diasumsikan bahwa pelaku juga masih berusia anak atau di bawah umur, maka perlu diperhatikan UU SPPA yang wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif (restoratif justice). Pelaku anak yang melakukan bullying tersebut merupakan anak yang berkonflik dengan hukum yaitu anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi dalam hal tindak pidana diancam pidana penjara di bawah 7 tahun dan bukan pengulangan tindak pidana.

Namun jika pelaku anak belum berusia 14 tahun hanya dapat dikenai tindakan seperti:

  • pengembalian kepada orang tua/wali;
  • penyerahan kepada seseorang;
  • perawatan di rumah sakit jiwa;
  • perawatan di LPKS;
  • kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;
  • pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau
  • perbaikan akibat tindak pidana.

Sementara itu, jenis pidana pokok bagi anak terdiri atas:

  • pidana peringatan;
  • pidana dengan syarat:
  • pembinaan di luar lembaga;
  • pelayanan masyarakat; atau
  • pengawasan.
  • pelatihan kerja;
  • pembinaan dalam lembaga; dan
  • penjara.

Kemudian jenis pidana tambahan terdiri atas perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana atau pemenuhan kewajiban adat.[13]

Patut dicatat, anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat, yakni paling lama 1/2 dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

Sebagai informasi tambahan, Selain melaporkan tindakan bullying ke polisi, jika masyarakat melihat, mendengar, atau mengalami tindak kekerasan yang menimpa perempuan dan anak, dapat melaporkannya melalui hotline SAPA129 melalui telepon 129 atau WhatsApp 08111-129-129 yang dikelola oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).

Jika bullying terjadi di lingkungan sekolah, Anda dapat melakukan pengaduan ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

M.Ibnu Ferry

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights