Jakarta, CINEWS.ID – Ketua Umum (Ketum) Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menilai implementasi kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di lapangan belum berjalan optimal. Serta, masih menyisakan persoalan yang merugikan industri lokal.
“Di lapangan, masih banyak intrik-intrik yang dilakukan oleh PPK bersama para pedagang terkait celah impor,” ungkap Redma dalam keterangan tertulis, Selasa (13/5/2025).
Redma mencontohkan ada PPK yang sengaja menutup akses langsung produsen ke pasar pemerintah. Mereka menyusun spesifikasi teknis barang dengan perbedaan untuk membuat produk dalam negeri tidak dapat memenuhi syarat. Akibatnya, produk lokal tersingkir, meskipun kualitasnya memadai.
Selain itu, ketum APSyFI menuturkan dalam sejumlah proses lelang atau tender, pemenangnya justru berasal dari perusahaan dagang (trading) yang tidak memproduksi barangnya sendiri. Bahkan, ada yang hanya mengandalkan produk impor, meskipun ada produk sejenis yang dibuat di dalam negeri.
“Para trader luar negeri masih leluasa masuk karena celah regulasi dan lemahnya kontrol di lapangan,” beber dia.
Redma menegaskan tantangan terbesar dalam implementasi TKDN adalah lemahnya pengawasan. Dengan banyaknya PPK yang tersebar di berbagai BUMN dan pemerintah daerah, pengawasan yang konsisten dan efektif menjadi sulit dilakukan.
Menurutnya, yang dibutuhkan pelaku industri bukan sekadar penambahan aturan, tetapi pengawasan yang ketat. “Jika pengawasan diperketat dan pelanggaran ditindak secara tegas, kami yakin TKDN 25 persen sudah cukup untuk membendung dominasi impor,” tutup Redma.
Editor: Ibnu Ferry |