Danantara Akan Mendanai Proyek Gasifikasi Batu Bara Menjadi Dimethyl Ether

Gedung Danantara.
Gedung Danantara.

Jakarta, CINEWS.ID – Wakil Menteri (Wamen) Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM, Todotua Pasaribu mengatakan, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) akan mendanai proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) sebagai energi alternatif pengganti liquefied petroleum gas atau elpiji.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), biaya investasi untuk proyek DME ditaksir mencapai USD11 miliar atau senilai Rp180,7 triliun (kurs Rp16.428).

“Melalui Danantara, pemerintahan ini memiliki pemikiran untuk masuk kepada (proyek) batu bara menjadi produk DME,” ujar Todotua dalam acara Mining Forum 2025 secara daring, dikutip CINEWS.ID Rabu (19/3/2025).

Ia menjelaskan proyek DME merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan impor elpiji yang terus meningkat setiap tahunnya. Mengutip data ESDM mengenai data impor LPG 2023, produksi elpiji nasional hanya sebesar 1,98 juta metrik ton, sementara kebutuhan nasional mencapai delapan juta ton lebih. Sehingga, Indonesia mengimpor elpiji lebih dari enam juta ton.

“Kita ketahui kebutuhan elpiji kita setiap tahunnya dari impor dengan angka yang cukup sangat besar. Sementara, DME ini produk substitusi dari produk elpiji yang banyak dikonsumsi masyarakat,” jelas Todotua.

Ia menyebut dengan Indonesia memiliki cadangan batu bara besar, dapat mengoptimalkan pengolahan menjadi DME sebagai alternatif energi. Dengan adanya proyek ini, diharapkan impor elpiji dapat berkurang sehingga mengurangi beban ekonomi negara.

“Diharapkan apabila program DME ini bisa kita laksanakan, maka kita bisa mengurangi terhadap impor elpiji yang akan kita lakukan kedepannya,” pungkasnya.

Perlu di ketahui, mengacu hitungan Institute of Energy Economic and Financial Analysis (IEEFA), proyek gasifikasi batu bara menjadi DME biaya operasionalnya sangat tinggi, bahkan dua kali lipat lebih mahal dibanding impor LPG.

Selain itu, pembiayaan terhadap energi fosil juga dikatakan meningkatkan risiko stranded asset, dengan aset-aset seperti tambang batu bara, kilang minyak, dan infrastruktur pembangkit listrik fosil dapat kehilangan nilai ekonomisnya lebih cepat dari yang diperkirakan.

M. Ibnu Ferry

Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.