Berita  

Ketua BEM UBK Sebut Hak Imunitas Bisa Membuat Kejaksaan Jadi Lembaga Super Power

Tangkapan layar Chanel Youtube @officialSENTER. (CINEWS.ID/ER)

Jakarta, CINEWS.ID – Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (UBK) Syahril Syafiq Corebima menyoroti soal hak imunitas bagi jaksa, sebab aturan tersebut memberikan kekuasaan berlebih bagi Kejaksaan.

Menurutnya, imunitas jaksa yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Kejaksaan, khususnya Pasal 8 Ayat 5 tersebut akan berdampak buruk.

“Seperti yang kita ketahui, imunitas jaksa dalam UU Kejaksaan saat ini menjadi sorotan. Di kalangan mahasiswa, hal ini juga menjadi bahan diskusi, terutama terkait Pasal 8 Ayat 5 yang menyatakan bahwa pemanggilan, pemeriksaan, hingga penahanan jaksa hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Jaksa Agung,” ujar Syahril dalam Diskusi Publik bertema ‘Tom Lembong, Keadilan, dan Imunitas Jaksa’ yang digelar Chanel Youtube @officialSENTER secara daring pada, Jumat (14/3/2025).

Ketentuan inipun dinilai bertentangan dengan prinsip kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law). Alasannya karena memberikan perlakuan khusus kepada jaksa dibandingkan aparat penegak hukum lainnya.

“Jika seorang jaksa melakukan tindak pidana, aparat penegak hukum lain seperti kepolisian harus menunggu persetujuan Jaksa Agung sebelum bisa melakukan pemeriksaan. Ini tentu memberikan ruang bagi oknum jaksa untuk melarikan diri atau menghindari proses hukum,” sebutnya.

Syahril juga menyatakan hak imunitas memang diperlukan bagi jaksa. Namun dengan catatan hanya dalam konteks menjalankan tugas secara profesional. Sehingga, aturan itu tidak dipergunakan tameng dari tindakan yang menyimpang.

“Saya pikir hak imunitas terhadap jaksa itu sudah cukup jelas, yakni dalam hal mereka menjalankan tugas secara profesional, mereka tidak bisa dituntut. Tapi ketika seorang jaksa melakukan tindak pidana, lalu harus menunggu izin Jaksa Agung sebelum diperiksa, ini jelas memberikan perlindungan yang tidak wajar bagi mereka,” sebut Syahril.

Apabila aturan ini tidak direvisi, maka, potensi penyalahgunaan wewenang dalam tubuh Kejaksaan akan semakin besar. Karenanya, disarankan untuk dipertimbangkan lebih jauh dampak yang akan terjadi.

“Lalu ketika Pasal 8 Ayat 5 ini tetap berlaku, sudah barang tentu penyalahgunaan kewenangan di dalam tubuh Kejaksaan itu akan terus terjadi. Karena ini memberikan jaksa ruang untuk menjadi lembaga yang ‘super power’,” ujarnya.

Di sisi lain, perlunya revisi terhadap aturan tersebut agar tidak menciptakan ketimpangan dalam penegakan hukum. Terutama, untuk menciptakan keadilan bagi seluruh pihak.

“Sehingga perlu adanya pertimbangan bagaimana Pasal 8 ini dapat diubah agar tidak menimbulkan ketidakadilan. Jangan sampai Kejaksaan malah menjadi lembaga yang tak tersentuh hukum,” kata Syahril.


Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.