Protes Soal Gaji, Hakim Se-Indonesia Bakal Cuti Bersama Serentak Pada 7 Hingga 11 Oktober 2024

JAKARTA, cinews.id – Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia (Ketum PP IKAHI), Yasardin membandingkan kesejahteraan hakim di Indonesia dan luar negeri lewat gaji yang diterima mereka setiap bulannya. Menurutnya, gaji hakim di Indonesia masih kalah dengan negara tetangga lain seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina.

Yasardin pun mencontohkan take home pay (THP) hakim tingkat pertama di Indonesia sekitar Rp 12 juta.

“Malaysia itu hakim tingkat pertama kalau diuangkan Rp 40 juta,” ucap Yasardin dikutip dari Tempo, Kamis (19/9/2024).

Yasardin menyebut perbandingan gaji hakim di Indonesia dan Malaysia cukup terpaut jauh.

“Perbandingannya enggak ada setengahnya, kan?,”ucapnya.

Menurut Yasardin, gaji hakim Indonesia hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan hakim Kamboja. Di negara berjuluk land of Khmer itu, hakim mendapatkan gaji sekitar Rp 10 juta setiap bulan. Itu baru take home pay, belum jaminan-jaminan lain.

“Kami baru saja kemarin tahun awal 2024 ini dapat asuransi Inhealth,” ujarnya.

Yasardin menuturkan asuransi Mandiri Inhealth itu hanya diberikan kepada hakim, Sedangkan keluarga hakim belum termasuk di dalamnya.

Kendati demikian, ia menilai kondisi tersebut sudah lumayan.

“Kalau kemarin, kan masih BPJS. Hakim mau sidang, harus ngantar istrinya dulu ke rumah sakit. Dapat giliran antrian nomor 270 gitu, kan, gimana dia mau mikirin sidang?” ungkapnya.

Oleh sebab itu, ia berharap revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim tang Berada di Bawah Mahkamah Agung yang tengah digodok pemerintah dapat segera disahkan. Saat ini, proses revisi beleid tersebut masih bergulir di Kementerian Keuangan.

“Sekarang tinggal kita menunggu persetujuan atau tanda tangan dari Bu Menteri Keuangan untuk menyetujui usulan itu,” tutur hakim agung ini.

Apabila Menteri Keuangan menyetujuinya, lanjut Yasardin, Mahkamah Agung akan menyusun rancangan peraturan pemerintah (RPP). Ia berharap usulan revisi beleid itu dapat disetujui Sri Mulyani dalam sebelum pemerintahan baru terbentuk.

Sementara itu Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, membenarkan pihaknya tengah menggodok revisi PP Nomor 94 Tahun 2012.

“Betul, saat ini sedang berproses di Ditjen Anggaran,” kata Prastowo pada, Sabtu (21/9/2024).

Ia menuturkan ada empat usulan dalam revisi beleid tersebut. Ketika ditanya lebih lanjut soal empat usulan itu, ia mengaku tidak hafal.

“Tapi, intinya gaji dan komponen tunjangan.”ujarnya.

Prastowo, begitu ia disapa, mengatakan Ditjen Anggaran tengah berupaya melakukan asesmen terhadap empat usulan itu sekaligus. Ia mengklaim asesmen dilakukan sesuai prinsip proporsionalitas.

Lebih jauh, Prastowo tak menjawab secara gamblang kapan proses revisi PP Nomor 94 Tahun 2012 selesai berproses di Kemenkeu. Apalagi bulan depan sudah terbentuk pemerintahan baru. “Tentu diupayakan segera,” ujarnya singkat.

Hakim dari berbagai daerah di Indonesia akan menggelar aksi cuti bersama pada 7-11 Oktober 2024 untuk memprotes rendahnya kesejahteraan profesi mereka. Aksi cuti massal tersebut diinisiasi oleh gerakan yang menamakan diri Solidaritas Hakim Indonesia.

Juru bicara Solidaritas Hakim Indonesia, Fauzan Arrasyid, mengklaim saat ini ada setidaknya 741 hakim yang akan mengikuti gerakan cuti bersama.

“Per hari ini,” kata Fauzan, yang juga berprofesi sebagai hakim, melalui pesan singkat pada Kamis (26/9/2024).

Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia, kata Fauzan, akan dilaksanakan secara serentak selama lima hari kerja, yaitu mulai Senin hingga Jumat, 7-11 Oktober 2024. Dia memperkirakan jumlah hakim yang akan mengikuti cuti massal tersebut bisa mencapai ribuan.

Selain cuti massal, sejumlah hakim dari berbagai daerah juga akan melakukan aksi simbolik di Jakarta.

“Para hakim yang berangkat ke Jakarta akan melakukan audiensi, aksi protes, dan silaturahmi dengan lembaga terkait, serta tokoh nasional yang peduli terhadap isu peradilan,” ucap Fauzan.

Fauzan menyatakan protes para hakim bertujuan untuk menyampaikan aspirasi mereka yang telah lama terabaikan. Saat ini, kata dia, ketentuan gaji dan tunjangan hakim dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 belum pernah mengalami penyesuaian meskipun inflasi terus berjalan.

Menurut Fauzan, pemerintah masih belum mampu menyesuaikan penghasilan dan kesejahteraan hakim dengan kondisi saat ini.

“Ini jelas merupakan langkah mundur dan berpotensi mengancam integritas lembaga peradilan,” tandas Fauzan.

Fauzan juga menyoroti Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2018 yang telah mengamanatkan perlunya peninjauan ulang terhadap aturan penggajian hakim. “Dengan demikian, pengaturan penggajian hakim yang diatur dalam PP 94/2012 saat ini sudah tidak memiliki landasan hukum yang kuat,” pungkas Fauzan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights