Pelaku Pungli di Sekolah Bisa Dijerat Kasus Pemerasan, Berikut 48 Modus Pungli di Sekolah

Oleh : M. Ibnu Ferry

BALAM, cinews id – Sejumlah praktik pungutan liar (pungli) kerap terjadi di sekolah, baik di masa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB ) atau selama proses belajar mengajar maupun menjelang kelulusan berkedok acara perpisahan dan bahkan hingga saat kelulusan berkaitan dengan ijazah.

Dengan beragam alasan tertentu, praktik pungli tumbuh subur di setiap satuan pendidikan.

Sayangnya, Orang tua murid tak banyak yang mengetahui bahwa sejatinya sejumlah pungutan berkedok iuran berkala semisal uang kas maupun dalam bentuk sumbangan adalah termasuk kedalam kategori pungutan liar.

Ironisnya, pada saat yang sama, orang tua murid yang mengetahui bahwa praktik tersebut merupakan pungli, lebih memilih diam tak bersuara karena takut berdampak ke anak-anak mereka seperti dikucilkan atau mendapat perlakuan yang “berbeda” dari pihak sekolah.

Baca juga :
Cegah Sekolah Jual Baju Seragam, Memasuki PPDB Baru Disdik Provinsi Diminta Buat Surat Edaran

Orang tua siswa perlu teliti untuk mengetahui berbagai modus jenis pungli di sekolah sang anak dan harus berani menyuarakan praktik melanggar hukum yang kerap terjadi di dunia pendidikan ini.

Untuk melaporkannya juga sangat mudah, cukup dengan mengunjungi situs milik Kemendikbud di url https://laporpungli.kemdikbud.go.id/

Berikut ini 48 jenis praktik pungli yang sering ditemukan di lingkungan sekolah:

  1. Uang pendaftaran masuk
  2. Uang komite
  3. Uang OSIS
  4. Uang ekstrakurikuler
  5. Uang ujian
  6. Uang daftar ulang
  7. Uang study tour
  8. Uang kas
  9. Uang les
  10. Uang buku ajar
  11. Uang paguyuban
  12. Uang syukuran
  13. Uang infak
  14. Uang fotokopi
  15. Uang perpustakaan
  16. Uang bangunan
  17. Uang LKS
  18. Uang buku paket
  19. Uang bantuan insidental
  20. Uang foto
  21. Uang perpisahan
  22. Uang sumbangan pergantian Kepsek
  23. Uang seragam
  24. Uang pembuatan pagar dan bangunan fisik
  25. Uang pembelian kenang-kenangan
  26. Uang pembelian
  27. Uang try out
  28. Uang pramuka
  29. Uang asuransi
  30. Uang kalender
  31. Uang partisipasi peningkatan mutu pendidikan
  32. Uang koperasi
  33. Uang PMI
  34. Uang dana kelas
  35. Uang denda melanggar aturan
  36. Uang UNAS
  37. Uang ijazah
  38. Uang formulir
  39. Uang jasa kebersihan
  40. Uang dana sosial
  41. Uang jasa penyeberangan siswa
  42. Uang map ijazah
  43. Uang legalisasi
  44. Uang administrasi
  45. Uang panitia
  46. Uang jasa
  47. Uang listrik
  48. Uang gaji guru tidak tetap (GTT)

Padahal dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 44 tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar pada pasal 1 ayat 1 dijelaskan mengenai perbedaan sumbangan dengan pungutan.

“Pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orang tua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar,”bunyi ayat 1 pada pasal 1 terbut.

Kemudian pada pasal 1 ayat 2 di sebutkan, bahwa biaya pendidikan bersifat sukarela dan tidak mengikat.

“Sumbangan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orangtua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu,”bunyi ayat 2 pasal 1 Permendikbud nomor 44 tahun 2012.

Peraturan tersebut menjelaskan perbedaan antara sumbangan dengan pungutan, dimana sumbangan di berikan dengan sukarela dan besaran tidak di tentukan, sedangkan pungutan di ketahui besaran jumlah uang dan waktu di tetapkan dan di kenalan wajib ke seluruh peserta didik.

Pungli di sekolah dapat di jerat kasus pemerasan

Dalam persoalan pungli ini karena bersifat mengikat maka ada intimidasi bagi yang di bebankan, pihak sekolah bisa dijerat dengan Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (tipikor).

“Penyelenggara pendidikan yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,”bunyi pasal tersebut.

Dan pelaku bisa dipidana dengan pidana Penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights