Jakarta, CINEWS.ID – Wakil Ketua BAM DPR dari Fraksi PDIP, Adian Napitupulu membuka data soal perbandingan impor barang thrifting dan impor produk China.
Adian pun ingin mengajak Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mendiskusikan soal thrifting yang hendak diberangus oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan lantaran dinilai ilegal dan membunuh UMKM.
Data dan ajakan itu disampaikan Adian dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama pedagang thrifting di ruang BAM DPR, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/11/2025).
Adian mulanya menjelaskan alasan thrifting digandrungi oleh generasi milenial dan gen-z. Menurutnya, hal ini samata karena mereka peduli akan lingkungan di mana satu produk thrifting mampu menghemat ribuan air bersih.
“Begini, tanggal 12 November lalu saya WhatsApp Pak Purbaya, saya ajak beliau berdiskusi tentang thrifting. Kenapa, riset global mengatakan 67 persen generasi milenial dan gen z menyukai thrifting. Lalu survei itu menjelaskan mengapa milenial dan gen z menyukai thrifting, karena harga murah? Bukan. Karena bagus? Bisa. Lalu yang paling dominan penyebabnya, ada pergeseran pandangan baru yang mungkin tidak ada di generasi sebelumnya. Bahwa kalau beli baju thrifting adakah upaya mereka untuk menyelamatkan air bersih. Ini data kita,” ujar Adian di Gedung DPR, Rabu, 19 November.
Adian memaparkan kebutuhan air bersih untuk industri tekstil. Dia bilang, satu celana jeans butuh 3.781 liter, satu kaos katun butuh 2.700 liter atau setara 2,5 tahun 1 orang minum air, dan satu kemeja buruh 2.700 liter.
“Jadi kalau kemudian generasi milenial itu risetnya 67 persen, menggemari thrifting salah satu alasannya ini. Artinya thrifting tidak bisa dilihat sederhana seperti yang dikatakan pak Purbaya,” katanya.
Adian lalu mengungkapkan bahwa impor thrifting bukan hanya dilakukan Indonesia. Tetapi Amerika pada tahun 2021, sudah melakukan impor thrifting senilai Rp2,19 triliun. “Ayo pak Purbaya perlu diskusi dengan teman teman di Amerika yang belanja thrifting ini,” ucapnya.
“Belanda, impor thrifting dari negara lain Rp2,76 triliun. Rusia impor thrifting dari negara lain Rp2,184 triliun. Ini datanya jelas. Jadi bukan cuma kita saja yang impor, perdagangan dunia juga. Itu yang saya tangkap,” imbuhnya.
Adian pun mengajak Menkeu Purbaya untuk memahami dulu problemnya, misalnya terkait lingkungan hidup. Ia menyebut bahwa industri tekstil menyumbang 20 persen kerusakan udara.
“Coba lihat datanya lagi, industri tekstil menghasilkan 1,2 miliar ton emisi gas. Menghasilkan 282 miliar karbondioksida, mengahasilkan 20 persen limbah industri dunia. Sumbangan pada limbah industri itu 20 persen. Ini kan data, ini kemudian yang menjadi alasan generasi milenial dan gen z tertarik dengan industri thrifting. Mungkin pikiran mereka begini ‘kalau saya tidak bisa membuat air bersih, saya tidak akan membuang air bersih. Kalau saya membeli jeans bekas sama artinya saya menyelamatkan 2.700 liter air bersih’ kira kira begitulah cara pandangnya generasi sekarang. Jadi kita harus pahami, kita dan pemerintah sebagai regulator, dengan pemahaman yang komprehensif kita mengambil keputusan yang mewakili keadilan di masyarakat,” jelasnya.
“Kalau misalkan pajak, ya dipajakin aja, temen temen keberatan ga? Kalau saya hitung pajak 1 container 20 persen, cuma 200 juta, tapi kalau tanpa pajak, mereka dipungut lebih besar. Artinya ketika thrifting tidak Dilegalkan sama saja bisa dimaknai dengan membiarkan pungutan liar terus terjadi. Bagaimana agar pungutan tidak terjadi terus menerus? Negara ambil alih dalam bentuk pajak,” lanjut Legislator PDIP dari Dapil Jawa Barat itu.
Menurutnya, penjualan barang thrifting memiliki pangsa pasar berbeda dengan UMKM. “Thrifting ini segmented pasarnya. Pasarnya kecil sekali. Kenapa? Yang suka mode mode berbeda, mereka ga mau dapat barang di banyak tempat, harga terjangkau, kesadaran lingkungan. Segmen ini tidak mudah tergantikan,” ujarnya.
Menurut Adian, sebagai langkah awal sebaiknya thrifting dilegalkan tetapi harus dibuat kuota. Bahkan thrifting hanya mengambil porsi 0,5 persen dibandingkan dengan impor tekstil dari Cina.
“Oke kita buat itungannya coba. Nah ini sama sama ilegal ini. Ini data data kontainer ini dari asosiasi garmen. “Asumsi berat 28.000 kontainer sama dengan 784.000 ton. Ini impor tekstil ilegal dari cina. Lalu kita lihat, Impor thrifting ilegal, menurut kementerian UMKM itu 3.600 ton. Lalu berapa sumbangsih ilegal thrifting? Perbandingannya impor thrifting hanya 0,5 persen dari impor ilegal tekstil dari cina. Nah data ini dimiliki gak oleh Kemenkeu, jangan jangan pak menteri maksud baik tapi dia dengar data yang salah” katanya.
Adian pun mendorong anggota BAM yang terdiri dari banyak komisi, khususnya Komisi XI DPR untuk mempertanyakan hitung itu kepada menteri keuangan dan bea cukai. “Nah data data ini menurut saya perlu kita bicarakan, 784.000 ton kontainer ilegal isinya tekstil, masalah kita kita tidak tahu tekstilnya apa. Apakah celana apakah kemeja apakah kaos, data itu tidak ada,” katanya.
“Tapi kita asumsikan ketua, 784ribu ton itu kita asumsikan semuanya kemeja, maka jumlah kemeja dalam tanda kutip ilegal yang masuk ke Indonesia totalnya hitungan saya 3 miliar, 136 juta. 784 ribu ton setara 784 juta kilo. 1 kilo kemeja isinya antara 3-4 kemeja. Kalau begitu, 784juta kilo dikali 4 angkanya 3 miliar 136 juta kemeja ilegal yang masuk ke Indonesia setiap tahun,” sambungnya.
Adian pun heran mengapa sampai pedagang thrifting dianggap sebagai ‘pembunuh’ UMKM. Padahal, kata dia, impor China lah yang berpotensi menutup perusahaan hingga pelaku UMKM.
“Lalu katanya (thrifting) membunuh UMKM, mari kita hitung. Bagaimana menghitungnya, 3 miliar 136 juta kemeja kita asumsikan berapa banyak. 1 perusahaan kita asumsikan menjahit 1 juta kemeja, kalau 3 miliar kemeja masuk Indonesia, berarti ada 3000 perusahaan di Indonesia tutup,” katanya.
Menurut Adian, permasalahan ini hanya bisa diatasi oleh negara demi kepentingan rakyat bukan kepentingan sebagian pihak atau perorangan. Tentunya, kata dia, berdasarkan dengan angka dan data yang benar.
“Ini yang saya mau ajak pak Purbaya bicara kemarin dan dia jawab kita atur waktunya y bang. Saya mau bicara ini loh datanya saya tidak mau kemudian apa yang dinyanyikan artis ‘maling maling kecil dipukuli maling maling besar dilindungi’,” sebutnya.
“Nah ini yang menurut saya biar nggak salah salah kita saya sadar keinginan Baik Pak Purbaya, keinginan baik menteri perdagangan saya sadar betul tapi keinginan baik tanpa didukung data-data yang baik bisa menjadi tidak baik. Sebagai anggota DPR, saya coba buka komunikasi coba kita ngobrolin dulu kalau saya salah ya saya bilang saya kalau saya benar bagaimana,” pungkasnya.
Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

