Jakarta, CINEWS.ID – Sebelumnya tunjangan rumah gagal naik karena protes masyarakat melalui aksi demo di sejumlah daerah yang ada di Indonesia. Kini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kembali disorot perihal anggaran dana reses anggota DPR RI periode 2024-2029 meningkat menjadi Rp702 juta.
Dilansir dari Reuters, bahwa setiap anggota DPR kini akan mendapatkan Rp.700 juta ($42.200) untuk setiap reses yang sudah naik dari anggaran sebelumnya 400 juta. Kini sebanyak 580 juta anggota DPR di Indonesia mengambil sekitar lima kali reses dalam setahun.
Menanggapi atas pemberitaan media asing itu, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan kenaikan dana reses itu mengikuti seiring dengan bertambahnya komponen kegiatan anggota dewan. Adapun pada periode 2019-2024, uang untuk kunjungan ke daerah pemilihan (dapil) sebesar Rp400 juta.
“Di 2024-2029 itu diputuskan bahwa indeks kegiatan dan dana reses itu jumlah kunjungannya ditambah dapilnya, dan indeksnya juga naik,” kata Dasco kepada wartawan, Sabtu (11/10/2025).
Menurutnya, komponen yang bertambah itu antara lain disebabkan karena jumlah titik kunjungan anggota dewan ke dapil lebih banyak dari periode sebelumnya. Sehingga diputuskan ada penambahan dana reses.
Meski begitu, kebijakan tersebut baru dilaksanakan per Mei 2025. Artinya, sejak Januari hingga April 2025, dana reses masing-masing anggota DPR masih mengikuti anggaran periode sebelumnya.
“Tetapi Rp702 juta itu belum dilaksanakan dari Januari sampai dengan April 2025, duitnya kan belum, baru dilaksanakan pada bulan Mei 2025. Nah, sejak Mei itu Rp702 juta, karena selain indeksnya naik, jumlah titiknya naik,” kata Dasco.
Belakangan beredar bukti transfer dana reses di bulan Agustus 2025 sebesar Rp756 juta ke masing-masing anggota DPR RI. Dasco menegaskan hal itu kesalahan dari Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI.
Ketua Harian Partai Gerindra itu tak menampik ada usulan tambahan dana reses sebesar Rp54 juta per Agustus 2025. Alasannya karena titik kunjungan ke dapil juga bertambah.
Dana reses ini, kata Dasco, tidak diberikan kepada anggota dewan setiap bulan untuk menyerap aspirasi masyarakat di dapil masing-masing. Dalam setahun itu empat atau lima kali tergantung dengan padatnya agenda.
Namun usulan itu dibatalkan seiring dengan ramainya unjuk rasa pada akhir Agustus lalu. Pasca gelombang protes dari masyarakat, DPR RI sepakat membatalkan sejumlah tunjangan yang mereka dapatkan.
“Karena waktu itu ada protes karena tunjangan rumah, dana ini kita juga enggak setujuin, termasuk tunjangan rumah dibatalkan, penambahan titik kita juga enggak setujui,” lanjut Dasco.
Meskipun telah dibatalkan, pihak Setjen DPR RI tetap mentransfer dana reses sebesar Rp756 juta. Menurut Dasco, Setjen DPR RI mengira anggaran tersebut tidak dibatalkan. Untuk menghindari polemik, anggota dewan yang menerima anggaran tersebut akhirnya mengembalikan kelebihan uang tersebut.
“Sekretariat Jenderal ini ada kesalahan, dia pikir Rp54 juta ini oke. Nah tapi ditarik balik, sudah didebit balik semuanya, jadi tetap RP702 juta,” kata Dasco.
Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa dana reses tidak diberikan kepada anggota dewan setiap bulan. Adapun reses merupakan kegiatan anggota dewan untuk menyerap aspirasi masyarakat di dapil masing-masing.
“Reses ini enggak setiap bulan kan, kegiatan reses ini berapa bulan gitu lho. Setahun itu cuma empat atau lima kali, tergantung dengan padatnya agenda,” terang Dasco.
Padahal menurut aturan, seharusnya masa tersebut digunakan anggota dewan untuk mendengar dan menyerap aspirasi dari masyarakat dan bukan waktu yang bisa digunakan untuk liburan
Jumlah fantastis yang bisa dinikmati anggota dewan diluar gaji perbulan yang berkisar 65 juta tersebut digunakan untuk bekerja di luar gedung DPR selama 2-4 minggu. Seharusnya masa reses tidak hanya sekedar waktu berkeliling di daerah pemilihan (dapil) masing-masing.
Aspirasi seharusnya bukan hanya didengar lalu dilupakan tapi dicari langkah penemuan solusi bagaimana keluhan tersebut bisa segera diselesaikan oleh pihak pemerintahan.
Masih dilansir dari Reuters kenaikan tersebut diakibatkan pada periode 2019-2024 tidak memperhitungkan kenaikan harga makanan pokok dan biaya transportasi.
Memang luar biasa pejabat kita, kenaikan tersebut menjadi penting untuk ditambahkan karena mereka memegang jabatan. Tapi bagaimana dengan nasib rakyat di tengah krisis ekonomi yang semakin menurun tajam dan dibiarkan berjuang dan bertahan sendirian. Aksi judol dan pinjol kian tidak pernah terselesaikan. Sementara masyarakat dibiarkan menumpuk hutang atau bahkan mengakhiri hidupnya karena krisis ekonomi yang kian hari tidak bisa ditangani dan mendapat perhatian khusus dari pemerintah.
Angka kemiskinan makin melesat tajam, biaya pendidikan semakin mahal, kesejahteraan kesehatan pun kian tak dipedulikan bukti betapa bobroknya sistem di negara tercinta ini. Ketika rakyatnya sengsara mereka masih saja memperdulikan kesejahteraan dirinya sendiri.
Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.