Surabaya, CINEWS.ID – Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur (Jatim) menangkap seorang aktivis Social Movement Institute (SMI) asal Yogyakarta, Muhammad Fakhrurrozi atau Paul pada Sabtu, 27 September 2025.
Penangkapan ini sontak memicu perhatian publik karena Paul dikenal sebagai aktivis Aksi Kamisan Yogyakarta yang vokal menyoroti isu hak asasi manusia.
Ia dikabarkan langsung digelandang ke Markas Kepolisian Daerah Jawa Timur (Mapolda Jatim) setelah diamankan. Hingga kini, pihak kepolisian Jawa Timur masih bungkam dan enggan memberikan penjelasan.
Direktur LBH Surabaya, Habibus Shalihin, membenarkan penangkapan tersebut dan menyebut Paul tengah berada dalam pendampingannya.
“Benar. Kami masih pendampingan. Nanti kami buat rilis,” kata Habibus, Ahad (28/9/2025).
Sementara penangkapan Paul diduga terkait aksi demonstrasi pada akhir Agustus 2025. Namun, hingga kini Polda Jatim, belum memberikan keterangan resmi.
SMI sendiri merupakan organisasi non-pemerintah beranggotakan aktivis HAM yang kerap turun ke jalan.
Mereka pernah mengkritisi revisi KUHAP karena minim partisipasi publik, serta rutin menggelar Aksi Kamisan bersama KontraS.
Kiprah Paul dan rekan-rekannya kerap menyoroti penyelesaian kasus pelanggaran HAM, sehingga penangkapannya dinilai sarat kontroversi.
Sementara itu Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) yang ikut mendampingi Paul menilai ada kejanggalan dalam proses hukum ini.
Zakiul Fikri, advokat dari TAUD, menjelaskan Paul ditangkap di sebuah rumah di Yogyakarta. Namun, proses tersebut disebut tidak sesuai prosedur.
“Saya baru tahu Paul ditangkap sekitar pukul 18.00 WIB, pukul 19.00 kurang sampai di Polda DIY Paul sudah tidak ada di Polda DIY, informasi penyidik Polda DIY Paul sudah dibawa menuju Polda Jatim sekitar pukul 17.00 WIB,” ujarnya.
Fikri juga menyoroti ketiadaan dokumen resmi dalam proses penangkapan, seperti berita acara, surat, hingga catatan kedatangan dari Penyidik Polda Jatim.
Ia menilai penyidik Polda DIY tidak kooperatif ketika tim advokasi meminta informasi terkait status hukum Paul.
Lebih jauh, Fikri menduga ada tindakan unprosedural yang melanggar prinsip due process of law.
“Dalam keyakinan saya, sesuai prinsip due process of law dan Perkapolri Nomor 12 Tahun 2014, seharusnya penangkapan seseorang di luar yurisdiksi penyidik harus dilakukan dengan koordinasi dan/atau didampingi penyidik dari Polda/Polres di wilayah penangkapan. Ini yang ga dilakukan dalam proses penangkapan Paul,” tegasnya.
Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.