Jakarta, CINEWS.ID – Eks Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, 1 September. Dia menyebut akan diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023-2024 pada Kementerian Agama (Kemenag).
“Iya, saya menghadiri panggilan dari KPK sebagai saksi,” kata Yaqut kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin.(1/9/2025).
Yaqut tiba di kantor komisi antirasuah sekitar pukul 09.18 WIB. Dia tampak didampingi sejumlah orang.
Eks menteri era Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) ini mengaku tak membawa dokumen apapun. Yaqut hanya menegaskan siap diperiksa di hadapan penyidik.
“Memberikan keterangan sebagaimana yang saya ketahui,” tegasnya.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengamini Yaqut akan diperiksa sebagai saksi. Dia mengatakan keterangan yang disampaikan dibutuhkan untuk mengusut dugaan korupsi yang sedang ditangani.
“Kami meyakini saksi akan hadir dan memberikan keterangan dalam pemeriksaan tersebut. Sehingga membantu proses penyidikan untuk membuat terang perkara ini,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangan tertulisnya, Senin, 1 September.
Yaqut diketahui sudah pernah dimintai keterangan komisi antirasuah saat proses penyelidikan. Dia waktu itu mengaku menjelaskan masalah pembagian 20.000 kuota haji tambahan dari pemerintah Arab Saudi untuk mengurai antrean jamaah Indonesia.
Sementara saat masuk ke tahap penyidikan, Yaqut kemudian dicegah ke luar negeri bersama dua orang lain. Larangan berpergian ini ditujukan supaya penyidik mudah untuk meminta keterangannya.
Selain itu, di tahap penyidikan, rumah Yaqut juga sudah digeledah dan ditemukan sejumlah barang bukti termasuk handphone. Temuan ini nantinya akan diekstraksi dan ditelaah penyidik.
Adapun dalam kasus ini, KPK juga sudah memeriksa Ishfah Abidal Azis alias Gus Alex selaku staf khusus Yaqut saat menjabat sebagai Menag. Dia dicecar soal pembagian kuota haji yang bermasalah.
Diberitakan sebelumnya, KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum dugaan korupsi penambahan kuota dan penyelenggaraan haji. Lembaga ini beralasan penerbitan itu dilakukan supaya mereka bisa melakukan upaya paksa.
Sprindik umum tersebut menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Artinya, ada kerugian negara yang terjadi akibat praktik korupsi ini.
Kerugian negara dalam kasus korupsi kuota dan penyelenggaraan haji periode 2023-2024 ini disebut mencapai Rp1 triliun lebih. Jumlah ini tapi masih bertambah karena baru hitungan awal KPK yang terus berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kasus ini berawal dari pemberian 20.000 kuota haji tambahan dari pemerintah Arab Saudi bagi Indonesia untuk mengurangi antrian jamaah.
Hanya saja, belakangan pembagiannya ternyata bermasalah karena dibagi sama rata, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.
Padahal, berdasarkan perundangan, pembagian seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.