Hukum  

Rapat Dengan DPR, Hilman Latief Minta Jadwal Ulang Pemeriksaan KPK Terkait Korupsi Kuota Haji

Jakarta, CINEWS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) batal memeriksa Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief terkait dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023-2024 pada Kementerian Agama (Kemenag) hari ini, Rabu 27 Agustus 2025.

“Terkait dengan pemeriksaan yang juga dijadwalkan pada hari ini, ya, terhadap saudara Dirjen PHU, ya, yang bersangkutan meminta untuk dilakukan penjadwalan ulang,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (27/8/2025).

Budi mengatakan, bahwa Hilman ada agenda yang lebih dulu terjadwal di DPR.

“Nanti kami sampaikan untuk koordinasi waktu penjadwalannya tapi tentu nanti akan diatur ulang untuk pemeriksaannya,” ucap Budi.

Dalam agenda pemeriksaan KPK hari ini, Hilman diperiksa bersama Budi Darmawan selaku Direktur Utama PR Annatama Purna Tour dan Amaluddin yang merupakan Komisaris PT Ebad Al-Rahman Wisata dan Direktur PT Diva Mabruro. Tapi, KPK belum memerinci perihal pemeriksaan tersebut.

Diberitakan sebelumnya, KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum dugaan korupsi penambahan kuota dan penyelenggaraan haji. Lembaga ini beralasan penerbitan itu dilakukan supaya mereka bisa melakukan upaya paksa.

Sprindik umum tersebut menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Artinya, ada kerugian negara yang terjadi akibat praktik korupsi ini.

Ada pun kerugian negara dalam kasus korupsi kuota dan penyelenggaraan haji periode 2023-2024 ini disebut mencapai Rp1 triliun lebih. Jumlah ini tapi masih bertambah karena baru hitungan awal KPK yang terus berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Perlu di ketahui, kasus ini berawal dari pemberian 20.000 kuota haji tambahan dari pemerintah Arab Saudi bagi Indonesia untuk mengurangi antrean jamaah.

Hanya saja, belakangan pembagiannya ternyata bermasalah karena dibagi sama rata, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.

Padahal, berdasarkan perundangan, pembagian seharusnya diatur 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.