Besarnya Dana Desa Belum Selaras Kemampuan SDM Kades Secara Teknis dan Mentalitas

Ilustrasi.

Lampung, CINEWS.ID – Pengaturan  mengenai desa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah membawa babak baru dan membawa harapan baru bagi kehidupan kemasyarakatan dan pemerintahan desa.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 merupakan tonggak perubahan paradigma pengaturan desa. Dimana Desa tidak lagi dianggap sebagai objek pembangunan, melainkan ditempatkan menjadi subjek pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang besar bagi desa untuk mengurus tata pemerintahan nya sendiri serta pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat desa.

Selain itu pemerintah desa diharapkan untuk lebih mandiri dalam mengelola pemerintahan dan berbagai sumber daya alam yang dimiliki, termasuk di dalamnya pengelolaan keuangan desa dan kekayaan milik desa.

Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 itu menyebutkan, bahwa salah satu  sumber pendapatan desa berasal dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Alokasi APBN ini adalah anggaran yang diperuntukkan bagi desa dan desa adat yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota yang digunakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintahan, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat.

Guna memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Pemerintah telah menggelontorkan Dana Desa yang bersumber dari APBN,  peningkatan alokasi Dana Desa 2025 yaitu sebesar Rp71 triliun, jumlah itu sangat signifikan dibandingkan dengan tahun 2017 yang hanya dialokasikan sebesar 60 triliun dengan rata-rata nasional per desa menerima Rp.800,4 juta.

Peningkatan anggaran ini tentunya harus diikuti dengan pengaturan yang jelas mengenai segala hal tentang dana desa itu sendiri. Harus jelas mengenai penyaluran dana desa, penggunaan dana desa, pengelolaan dana desa, pembinaan dan pengawasan yang baik demi tercapainya cita-cita desa sebagai subjek dan ujung tombak pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Namun demikian, dalam pelaksanaannya pengelolaan dana desa terdapat beberapa permasalahan, meliputi :

  1. Penggunaan dana desa tidak sesuai ketentuan (prioritas);
  2. Adanya pekerjaan kontruksi yang seluruhnya dilakukan pihak ketiga
  3. Adanya kelebihan pembayaran
  4. Adanya kekurangan volume pekerjaan
  5. Hasil pengadaan tidak dapat dimanfaatkan
  6. Adanya pengadaan fiktif
  7. Adanya Pengeluaran tidak didukung bukti yang memadai
  8. Laporan tidak membuat.

Bahkan sudah banyak Kepala Desa (Kades) dan perangkat Desa yang telah diproses hukum oleh Aparat Penegak Hukum (APH)  lantaran adanya unsur kecurangan (fraud) dan adanya unsur pidana.

Permasalahan tersebut muncul disebabkan belum sepenuhnya dipahami oleh para pelaksana di daerah khususnya di Pemerintah desa. Besarnya Dana Desa belum selaras dengan kemampuan SDM aparatur (Kades) baik secara teknis dan mentalitas.

Potensi masalah yang akan muncul adanya ketidaktahuan, ketidakmampuan dan adanya resiko  tindakan penyalahgunaan (fraud). Tindakan kecurangan (fraud) ini merupakan perilaku koruptif, penggelapan aset desa dan rekayasa laporan. Ketiga hal tersebut sangat dimungkinkan dalam pengelolaan dana desa.

Potensi masalah tersebut di atas perlu ditindak tegas, diantisipasi dan atau dicegah sedini mungkin, sehingga dana desa dapat berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat Desa sepenuhnya.

Untuk itu diharapkan, seluruh komponen, pendamping desa termasuk Instansi supradesa yaitu Kecamatan, Perangkat Daerah dan Inspektorat sebagai Aparatur Pengawas Intern Pemerintah (APIP) harus bersinergi dalam pembinaan dan pengawasan dana desa.

Penulis: M. Ibnu Ferry