Pemerintah Resmi Memperbarui Aturan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko

Tangkapan layar.

Jakarta, CINEWS.ID – Presiden Prabowo Subianto telah meneken beleid Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PBBR) pada 5 Juni 2025, dan berlaku saat aturan itu diundangkan.

Beleid tersebut merupakan penyempurnaan dari PP Nomor 5 Tahun 2021 sebagai bagian dari pelaksanaan Undang Undang Cipta Kerja. Aturan tersebut ditujukan untuk menciptakan kemudahan berusaha dengan pendekatan berbasis risiko, menyederhanakan prosedur perizinan, serta meningkatkan kepastian hukum bagi pelaku usaha.

PP itu mengatur sejumlah sektor yang terkait PBBR seperti yang tertuang di Pasal 5. Sejumlah sektor tersebut di antaranya, kelautan, pertanian, energi, industri, perdagangan, kesehatan, transportasi, pendidikan, pariwisata, lingkungan hidup, pertahanan, dan ekonomi kreatif.

Semua perizinan, merujuk PP 28/2025, diproses melalui Online Single Submission (OSS), termasuk integrasi data dari kementerian/lembaga dan daerah. OSS mengatur alur pemenuhan syarat dasar, pengajuan, hingga penerbitan izin secara otomatis atau manual sesuai kondisi.

Beleid tersebut juga mengklasifikasikan usaha berdasarkan risiko, yaitu risiko rendah, menengah rendah, menengah tinggi, dan tinggi. Untuk usaha mikro berisiko rendah, cukup pernyataan mandiri di OSS. Sementara untuk usaha berisiko tinggi, maka semakin kompleks syarat izin dan pengawasan.

Adapun penyelenggaraan PBBR dilakukan oleh pemerintah pusat, daerah, dan lembaga khusus seperti Administrator KEK dan KPBPB. Masing-masing memiliki kewenangan dalam proses perizinan sesuai wilayah kerja.

Selain itu, PP 28/2025 juga mengatur perihal fasilitas pajak yang dapat diajukan oleh pengusaha. Itu diatur dalam Pasal 235. Fasilitas pajak tersebut yaitu, Pertama, pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan bahan untuk pembangunan/pengembangan industri dalam rangka penanaman modal.

Kedua, pembebasan bea masuk atas impor barang modal untuk industri pembangkitan listrik kepentingan umum.

Ketiga, pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang untuk kontrak karya atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara.

Keempat, pengurangan Pajak Penghasilan Badan.

Kelima, fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang dan/atau daerah tertentu.

Keenam, pengurangan Penghasilan Bruto atas praktik kerja, pemagangan, dan pembelajaran

Ketujuh, pengurangan Penghasilan Bruto atas kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia.

Kedelapan, pengurangan Penghasilan Neto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha di industri padat karya.

Link download disini.

Editor: Hermanto

Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.