Berita  

Kasus Infeksi Menular Seksual di Indonesia Terdeteksi Meningkat Pada Usia Remaja dan Dewasa

Program HIV dan IMS yang ditayangkan melalui kanal YouTube Kemenkes, Jumat (20/6/2025).

Jakarta, CINEWS.ID – Kasus infeksi menular seksual (IMS) di Indonesia terdeteksi mengalami peningkatan signifikan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Peningkatan terjadi pada kelompok 15-19 tahun.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan, Ina Agustina, mengatakan, bahwa kasus IMS pada usia muda bisa terjadi karena berbagai faktor. Termasuk kurangnya pengetahuan tentang seksualitas, perilaku seksual tidak aman, dan minim akses layanan kesehatan reproduksi.
“Trennya meningkat dalam tiga tahun terakhir, selain tinggi testing, ini menandakan pentingnya edukasi,” kata Ina dalam Temu Media: Program HIV dan IMS yang ditayangkan melalui kanal YouTube Kemenkes pada, Jumat (20/6/2025)..

Beberapa IMS yang umum pada remaja hingga dewasa muda termasuk klamidia, gonore, sifilis, herpes genital, dan HPV.

Dilansir dari data Kementerian Kesehatan menunjukkan, ada lebih dari 4.500 kasus IMS pada rentang kelompok muda pada 2024. Dalam tiga tahun terakhir, rinciannya adalah 2022 tercatat sebanyak 2.569 kasus, 2023 mencapai 3.222 kasus, dan 2024 tercatat 4.589 kasus.

Tren yang sama terlihat pada kelompok usia produktif lain di rentang 20 sampai 24 tahun. Kenaikannya relatif melonjak dari semula 1.529 kasus menjadi 15.170 kasus. Meski pada periode 2024 sedikit mengalami penurunan, laporan kasus masih relatif tinggi di angka 14.604 kasus.

Secara keseluruhan tren terbanyak kasus IMS memang ditemukan pada usia 25 tahun ke atas. Jumlah pasien konsisten sebanyak 30 ribu orang per tahun selama tiga tahun terakhir.

Kemenkes merinci lima kasus IMS terbanyak di periode Juni hingga maret 2025 dengan total kasus sifilis dini 10.681 kasus, sifilis 8.336 kasus, servisitis proctitis 7.529 kasus, urethritis gonore 6.761 kasus, dan kandidiasis, BV 5.185 kasus.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani menyoroti terkait lonjakan kasus sifilis di Indonesia. Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat ada lebih dari 23 ribu kasus sifilis sepanjang 2024.

“Lonjakan kasus sifilis bukan hanya menjadi isu medis, tapi juga sinyal lemahnya perlindungan negara terhadap generasi bangsa. Edukasi yang dangkal, akses layanan kesehatan yang terbatas, serta minimnya ketahanan keluarga menjadi salah tiga penyebab yang perlu dibenahi bersama,” ujar Netty dalam keterangannya, Ahad (22/6/2025).

Menurut dia, angka itu mencerminkan urgensi perlindungan kesehatan reproduksi yang harus dilakukan secara menyeluruh, sistematis, dan berbasis budaya bangsa.

Kemenkes menegaskan semua orang bisa terkena sifilis, bahkan mereka yang tidak tergolong dalam perilaku seksual berisiko tinggi. Menurut Netty, hal tersebut mempertegas bahwa penanggulangan penyakit menular seksual tidak bisa dibatasi hanya pada imbauan moral, tetapi harus melalui langkah-langkah konkret.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mendorong pemerintah melakukan beberapa hal. Pertama, penguatan edukasi kesehatan reproduksi di sekolah dan masyarakat, dengan materi yang ramah nilai, tidak vulgar, dan sesuai karakter bangsa Indonesia.

Kedua, pelayanan deteksi dini sifilis secara gratis dan rahasia di Puskesmas dan layanan primer, agar masyarakat tidak takut untuk memeriksakan diri. Ketiga, penguatan ketahanan keluarga dan perlindungan anak dan remaja, agar mereka memiliki pegangan nilai dan lingkungan yang mendukung pilihan hidup sehat.

Keempat, sinergi antar kementerian dan tokoh masyarakat untuk membangun gerakan sosial yang mencegah penyebaran penyakit menular seksual melalui pendekatan preventif dan kultural.

“Pemerintah harus hadir tidak hanya saat penyakit meledak, tetapi lebih penting lagi, saat anak-anak kita butuh panduan hidup sehat dan bermartabat. Ini bukan semata urusan kesehatan, tapi menyangkut masa depan bangsa,” tegasnya.

 

Reporter: Dio
Editor;: Jajang Suryana