Jakarta, CINEWS.ID – Penerbitan izin tambang diduga tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku, Legislator Partai Gerindra Yan Permenas Mandenas meminta aparat penegak hukum memeriksa pejabat yang memberikan izin pertambangan di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Yan Mandenas meminta perizinan tambang dikaji ulang guna memastikan legalitas dan kesesuaian dengan aturan lingkungan yang berlaku. Sebab, hal ini menyangkut lebih dari satu kementerian yang memberikan izin, di mana ada rekomendasi dari kementerian terkait lainnya.
Menurutnya, tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, telah lama beroperasi meski mendapat penolakan dari masyarakat setempat, termasuk pemilik hak ulayat. Dia menilai ada unsur pembiaran dari pemerintah sebelumnya.
“Namun, yang terjadi adalah pembiaran oleh pemerintahan sebelumnya, baik pusat maupun daerah, hingga masalah ini muncul ke permukaan setelah adanya protes dari aktivis lingkungan,” jelas politisi asal Papua Tengah itu.
Yan Mandenas menekankan, pentingnya penegakan hukum yang tegas dalam kasus ini. Dia menyebut perlunya keterlibatan aparat hukum dalam memeriksa seluruh pihak terkait.
“Terutama dalam menegakkan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas koruptor dan mengembalikan kekayaan alam sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Jadi, jika ada indikasi suap dalam penerbitan izin, maka harus diperiksa dan diproses hukum,” tegasnya.
Dia menduga, adanya keterlibatan oknum di kementerian terkait serta pelanggaran prosedur dalam proses administrasi perizinan tambang.
“Yang kedua, tentunya ada campur tangan oknum pejabat di kementerian terkait. Juga, ada proses yang tidak prosedural baik administrasi izin usaha pertambangan nikel,” ungkapnya.
Yan Mandenas meminta agar masalah ini dilihat secara menyeluruh, termasuk dengan memanggil pihak perusahaan tambang. Ia juga menyoroti pentingnya kajian AMDAL yang selama ini, menurutnya, diabaikan pemerintah di Papua.
“Mengingat masalah AMDAL di Papua selama ini cukup diabaikan pemerintah, termasuk di Raja Ampat,” tambahnya.
Dia mendesak perusahaan tambang di Raja Ampat tidak hanya diperiksa, tetapi diproses hukum bila terbukti melakukan pelanggaran, khususnya terkait regulasi perizinan. Menurut dia, kasus ini bisa menjadi pintu masuk untuk mengevaluasi seluruh izin pertambangan di Papua.
“Masalah ini membuka mata kita, banyak sekali tambang di Papua yang menyalahi aturan pemerintah, namun tetap diberikan rekomendasi untuk beroperasi,” ucapnya.
Yan Mandenas mengaku telah menerima berbagai laporan dari masyarakat mengenai tambang-tambang ilegal di Papua. Di antaranya tambang emas di Yahukimo, Pegunungan Bintang, Nabire, Waropen, dan beberapa kabupaten lain di Papua.
“Saya berharap Kementerian Sumber Daya Mineral segera menertibkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan-perusahaan yang sudah beroperasi di Papua, serta berhati-hati dalam mengeluarkan izin,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menemukan sejumlah pelanggaran serius peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil terkait aktivitas tambang nikel di Raja Ampat dan sedang mengevaluasi Persetujuan Lingkungan sejumlah perusahaan.
“Penambangan di pulau kecil adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan antargenerasi. KLH/BPLH tidak akan ragu mencabut izin jika terbukti merusak ekosistem yang tak tergantikan,” kata Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepada Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq dikutip dari ANTARA, Kamis (5/6/2025).
Dia mengatakan prinsip kehati-hatian dan keberlanjutan akan menjadi dasar penindakan terhadap pelanggaran ini.
KLH/BPLH sambung Hanif sudah melakukan pengawasan terhadap kegiatan pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, pada 26-31 Mei 2025.
Langkah itu diambil sebagai bagian dari upaya penegakan hukum dan perlindungan lingkungan hidup di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki nilai ekologis penting.
Perusahaan yang menjadi objek pengawasan adalah PT GN, PT KSM, PT ASP dan PT MRP yang seluruhnya telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan. Namun, hanya PT GN, PT KSM, dan PT ASP yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).
Dia menyebut hasil pengawasan menunjukkan berbagai pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil.
PT ASP, perusahaan penanaman modal asing asal Tiongkok, diketahui melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas kurang lebih 746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengelolaan air limbah larian. Di lokasi ini, KLH/BPLH memasang plang peringatan sebagai bentuk penghentian aktivitas.
Sementara itu, PT GN beroperasi di Pulau Gag dengan luas kurang lebih 6.030,53 hektare. Kedua pulau tersebut tergolong pulau kecil, sehingga aktivitas pertambangan di dalamnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
KLH/BPLH saat ini tengah mengevaluasi Persetujuan Lingkungan yang dimiliki PT ASP dan PT GN. Jika terbukti bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, izin lingkungan mereka akan dicabut.
Selain itu, PT MRP ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH dalam aktivitasnya di Pulau Batang Pele. Seluruh kegiatan eksplorasi dihentikan. Sementara PT KSM terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas 5 hektare di Pulau Kawe.
Aktivitas tersebut, jelasnya, telah menimbulkan sedimentasi di pesisir pantai, dan perusahaan ini akan dikenai sanksi administratif berupa pemulihan lingkungan serta berpotensi menghadapi gugatan perdata.
Hanif menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 turut memperkuat kebijakan pelarangan aktivitas tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil.
MK menegaskan penambangan mineral di wilayah-wilayah tersebut dapat menimbulkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan (irreversible), melanggar prinsip pencegahan bahaya lingkungan dan keadilan antargenerasi.
Karena itu, pemerintah berkomitmen menindak tegas seluruh bentuk pelanggaran yang membahayakan lingkungan dan masa depan wilayah pesisir Indonesia.
| Editor: M. Ibnu Ferry |
Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

