Jakarta, CINEWS.ID – Surat usulan pemakzulan Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka yang dikirim oleh Forum Purnawirawan TNI pada 26 Mei 2025 sudah diterima oleh Sekretariat Jenderal DPR, MPR, dan DPD pada 2 Juni 2025.
Anggota DPR Fraksi PDIP sekaligus Wakil Ketua Komisi XIII DPR, Andreas Hugo Pareira mengatakan, surat usulan pemakzulan Gibran rencananya akan dibacakan dalam Rapat Paripurna DPR sebagai bagian dari proses ketentuan Pasal 7A UUD 1945.
“Surat dari Forum Purnawirawan TNI tentu patut diapresiasi karena bentuk perhatian dan tanggung jawab para senior bangsa yang telah berbuat dan mengabdi kepada bangsa dan negara,” ujar Ketua Badan Pengkajian MPR RI itu kepada wartawan, Rabu (4/6/2025).
Menurut Andreas,, setelah surat tersebut dibacakan di Rapat Paripurna maka proses selanjutnya akan bergantung pada kehadiran dan persetujuan anggota DPR RI yang hadir.
“Apabila rapat paripurna itu dihadiri oleh 2/3 anggota DPR, dan disetujui oleh 2/3 anggota DPR yang hadir, maka tahapan proses pemakzulan sesuai Pasal 7A UUD 1945 bisa dimulai,” jelas Andreas.
Jika anggota dewan menyetujui, Andreas mengatakan, DPR RI akan meneruskan surat beserta pertimbangan-pertimbangannya kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk diperiksa. Selanjutnya, MK akan memutuskan apakah terjadi pelanggaran berat atau tidak.
Namun jika syarat kehadiran dan persetujuan tidak terpenuhi, kata Andreas, maka proses pemakzulan Gibran tidak akan dilanjutkan.
“Kalau pada tahap awal di DPR tidak dihadiri oleh 2/3 dan tidak disetujui oleh 2/3 (anggota DPR), maka proses pemakzulan tidak dilanjutkan,” jelas Andreas.
Diberitakan sebelumnya, surat yang dikirimkan Forum Purnawirawan Prajurit TNI ke DPR itu berisi penjelasan mengenai usulan pemakzulan terhadap Gibran memiliki dasar konstitusional yang kuat. Merujuk pada Pasal 7A dan 7B UUD 1945, TAP MPR Nomor XI Tahun 1998, serta ketentuan dalam Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi (MK) dan Kekuasaan Kehakiman.
Forum Purnawirawan TNI juga mengkritik putusan MK terkait pencalonan Gibran, dengan menyebutnya cacat hukum.
“Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 terhadap pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu seharusnya batal demi hukum karena Anwar Usman tidak mengundurkan diri dari majelis hakim, padahal memiliki konflik kepentingan,” demikian isi surat tersebut.
Forum Purnawirawan Prajurit TNI juga mengutip keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK karena melanggar kode etik hakim.
Selain aspek hukum, Forum Purnawirawan TNI juga menilai Gibran tidak pantas menjabat sebagai Wakil Presiden dari sisi kepatutan dan etika.
“Dengan kapasitas dan pengalaman yang sangat minim, hanya dua tahun menjabat Wali Kota Solo, serta latar belakang pendidikan yang diragukan, sangat naif bagi negara ini memiliki Wakil Presiden yang tidak patut dan tidak pantas,” lanjutnya.
Selain itu, Purnawirawan TNI juga menyinggung kontroversi akun media sosial “fufufafa” yang sempat diduga terkait dengan Gibran. Akun tersebut mengundang kecaman karena unggahannya yang dianggap menghina tokoh publik serta mengandung unsur seksual dan rasisme.
“Dari kasus tersebut, tersirat moral dan etika Sdr. Gibran sangat tidak pantas dan tidak patut untuk menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia,” demikian isi surat tersebut.
Forum Purnawirawan TNI juga mengangkat kembali dugaan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang melibatkan Gibran dan adiknya, Kaesang Pangarep.
Surat pemakzulan Gibran yang dikirimkan ke DPR RI ini ditandatangani oleh empat purnawirawan TNI bintang empat, yaitu Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.
Reporter: Ahmad Zein |
Editor: Rika Inmarse |