Jakarta, CINEWS.ID – Dalam analisis yuridis surat tuntutan Oditur Militer dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang di bacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada, Rabu (28/5/2025), Purnawirawan TNI Angkatan Darat (AD) Pelda Dwi Singgih Hartono disebut mengajukan 298 kredit fiktif ke bank BUMN dengan klaim atas nama anggota Angkutan Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Bekang Kostrad) Cibinong. Kredit itu diajukan ketika Dwi masih menjabat juru bayar pada Bekang Kostrad Cibinong pada 2016-2013
Dengan jabatannya ini, Dwi bertugas mengajukan permohonan gaji, cek, hingga mengurus mutasi rekening prajurit.
“Saat menjabat sebagai bendahara gaji atau juru bayar instansi Bekang Kostrad, terdakwa Dwi Singgih Hartono telah mengajukan pengajuan permohonan fasilitas kredit fiktif,” kata jaksa, di kutip Jumat (30/5/2025).
Jaksa mengungkapkan, Dwi mengajukan 214 kredit fiktif atas nama anggota Bekang Kostrad Cibinong ke sebuah bank BUMN Unit Menteng Kecil, di Jakarta Pusat. Dibantu sejumlah pihak mengumpulkan KTP milik ratusan orang, Dwi mengurus persyaratan kredit atas nama prajurit TNI AD. Bahkan, banyak dari mereka bukan anggota TNI, melainkan warga sipil.
Menggunakan 214 identitas itu, dari bank BUMN Unit Menteng Kecil, ia mendapatkan kredit Rp 57.048.784.586. “Akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sejumlah Rp 57.048.784.586,00 unit Menteng Kecil,” ujar jaksa. Selain itu, Dwi juga mengajukan 44 kredit atas nama anggota TNI Kostrad Cibinong ke kantor bank BUMN Cabang Cut Mutiah. Pengajuan kredit itu dilakukan dengan modus yang sama, yakni menggunakan identitas nominee (nama yang dipinjam). “Digunakan berulang kali sehingga total dari dokumen pengajuan kredit Briguna menjadi sebanyak 44 pengajuan atas nama anggota TNI instansi Bekang Kostrad Cibinong dengan total pinjaman sebesar Rp 7.955.000.000,” ujar jaksa. Jaksa menyebut, Dwi mengajukan identitas itu untuk mengajukan kredit berulang-ulang. Jika dijumlah secara keseluruhan, nilai pengajuan kredit fiktif yang diajukan dan cair mencapai Rp 65.003.784.586.
“Digunakan berulang kali sehingga total dari dokumen pengajuan kredit Briguna menjadi sebanyak 298 pengajuan atas nama anggota TNI instansi Bekang Kostrad Cibinong,” ujar jaksa.
Menurut jaksa, dalam aksinya, Dwi Singgih bersekongkol dengan sejumlah pegawai bank BUMN tersebut.
Mereka adalah Relationship Manager di bank BUMN Cabang Cut Mutiah tahun 2010-2019, Oki Harrie Purwoko, dan Relationship Manager di kantor tersebut pada 2018-2023, M Kusmayadi.
Lalu, karyawan kantor bank BUMN Cabang Menteng Kecil periode 2019-2023, Nadia Sukmaria, dan atasannya turut terlibat, Kepala Unit bank BUMN Cabang Menteng Kecil periode 2022-2023, Heru Susanto.
Kemudian, Kepala Unit bank BUMN Cabang Menteng Kecil 2019-2022, Rudi Hotma, dan Kepala Unit bank BUMN Cabang Menteng Kecil 2022-2023, Heru Susanto.
Jaksa menilai, Dwi Singgih terbukti bersalah melakukan korupsi dengan mengajukan kredit fiktif ke sejumlah orang seolah-olah prajurit TNI ke dua cabang bank pelat merah di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Atas perbuatannya itu, Oditur dan Jaksa menuntut purnawirawan TNI Angkatan Darat (AD), Pelda Dwi Singgih Hartono membayar uang pengganti sebesar Rp 54.591.689.255 atau Rp 54,5 miliar.
Perkara korupsi pengajuan kredit pada dua bank itu dituntut secara terpisah. Pada perkara pertama, jaksa menuntut Dwi Singgih membayar Rp 49 miliar.
“Membayar uang pengganti sebesar Rp 49.022.049.042 yang harus dilunasi paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap,” kata jaksa.
Jika dalam waktu satu bulan uang pengganti itu belum dibayar, maka harta benda Dwi Singgih akan dirampas untuk negara.
“Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana penjara selama 7 tahun,” ujar jaksa. Sementara, dalam perkara korupsi pengajuan kredit ke bank kedua, Dwi Singgih dituntut membayar uang pengganti Rp 5.569.640.213 (Rp 5,5 miliar). Uang itu juga harus dibayar Dwi Singgih paling lama satu bulan setelah terbit putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Jika tidak dilunasi, harta bendanya akan disita untuk negara dan menutup biaya uang pengganti. “Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana penjara selama 4 tahun,” tutur jaksa. Adapun pada pidana pokoknya, jaksa menuntut Dwi Singgih dihukum 14 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan dalam kasus korupsi pengajuan kredit di cabang pertama. Sementara, pada perkara kredit di cabang kedua, ia dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
| Editor: Ali Ridokh |
Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

