Sejumlah Fakta Terungkap Dalam Perkara Penyerobotan Lahan BMKG oleh Ormas Grib Jaya

Lahan milik BMKG yang diduga diduduki oleh ormas GRIB di Pondok Betung, Tangerang Selatan.

Tangerang, CINEWS.ID – Sejumlah fakta terungkap terkait laporan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terhadap Ormas GRIB ke Polda Metro Jaya.

Menurut informasi yang dihimpun CINEWS.ID, lahan yang diduduki ormas tersebut seluas 127.780 meter persegi. Dan gangguan ormas tersebut sudah berlangsung lama. Sehingga hal tersebut menyebabkan proses pembangunan gedung arsip BMKG di atas tanah tersebut terhambat.

Massa disebut memaksa pekerja menghentikan aktivitas konstruksi, menarik alat berat keluar lokasi, serta menutup papan proyek dengan klaim “Tanah Milik Ahli Waris”.

Bahkan, ormas tersebut dilaporkan mendirikan pos dan menempatkan anggotanya secara tetap di lokasi, dan sebagian lahan diduga disewakan kepada pihak ketiga hingga telah didirikan bangunan di atasnya. 

BMKG memastikan lahan tersebut sah dimiliki negara berdasarkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) No. 1/Pondok Betung Tahun 2003, yang sebelumnya tercatat sebagai SHP No. 0005/Pondok Betung. Kepemilikan tersebut telah dikuatkan oleh sejumlah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, termasuk Putusan Mahkamah Agung RI No. 396 PK/Pdt/2000 tanggal 8 Januari 2007.

Ketua Pengadilan Negeri Tangerang juga telah menyatakan secara tertulis bahwa putusan-putusan tersebut saling menguatkan sehingga tidak diperlukan eksekusi.

Meski memiliki kekuatan hukum, BMKG tetap mengedepankan pendekatan persuasif melalui koordinasi dengan berbagai pihak, mulai dari tingkat RT dan RW, kecamatan, kepolisian, hingga pertemuan langsung dengan pihak ormas dan pihak yang mengaku sebagai ahli waris. 

Namun pihak ormas tidak menerima penjelasan hukum yang telah disampaikan BMKG. Bahkan dalam satu pertemuan, pimpinan ormas disebut mengajukan tuntutan ganti rugi senilai Rp 5 miliar sebagai syarat penarikan massa dari lokasi proyek.

BMKG berharap pihak kepolisian dan aparat berwenang dapat segera menertibkan pendudukan lahan agar pembangunan dapat kembali dilanjutkan dan aset negara terjaga. 

Polda Metro Jaya masih menyelidiki laporan BMKG. Sejauh ini polisi telah memeriksa lurah.

“Ada beberapa saksi yang diambil keterangan dalam tahap klarifikasi di tahap penyelidikan antara lain adalah pelapor, kemudian ada 3 saksi, kemudian dari instansi terkait hingga Pak Lurah di lokasi,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi di Polda Metro Jaya, Jumat (23/5/2025).

Sedangkan dari pihak terlapor, polisi belum melakukan pemeriksaan. Pihak terlapor dalam kasus ini berinisial J, H, AV, K, B, dan MY. AV, K, dan MY.

Ade memastikan dalam waktu dekat pihaknya akan memanggil keenam orang tersebut.

“Begitu juga para terlapor, akan diundang untuk diminta keterangan dalam tahap klarifikasi,” jelasnya. 

Berikut deretan pasal yang dilaporkan oleh BMKG terkait ormas tersebut.

Pasal 167
Seseorang yang memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan, atau bahkan pekarangan tertutup milik orang lain, dengan melawan hukum atau berada di tempat tersebut dengan melawan hukum, dan tidak mengindahkan permintaan pemilik rumah untuk lekas pergi, maka seseorang tersebut dapat diancam dengan sanksi pidana. 
Pasal 385
Mengatur tentang penyerobotan tanah sebagai tindak kejahatan kecurangan, dengan ancaman pidana penjara maksimal empat tahun bagi pelaku yang mengambil hak milik orang lain secara tidak sah. 
Pasal 170 
Mengatur tentang tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan secara bersama-sama terhadap orang atau barang. Pasal ini menetapkan ancaman pidananya, yaitu penjara selama-lamanya lima tahun.

Menanggapi perkara itu, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Ahmad Muzani mengatakan, bahwa Ormas kadang-kadang menjadi problem bagi kegiatan dunia usaha.

“Saya kira fenomena ini agak mengusik, karena dengan cap dan stempel apa pun, ormas itu kadang-kadang menjadi problem bagi kegiatan dunia usaha,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Jumat (23/5).

Menurutnya, keberadaan ormas yang bertindak semena-mena tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menciptakan iklim investasi yang buruk di Indonesia. Tentunya ini merugikan negara karena membuat investor tidak tertarik memulai investasi.

“Karena di satu sisi kita ingin investasi dan dunia usaha kita itu bisa maju, lancar, dan bagus. Tapi di sisi lain, seringkali ada problem seperti yang kita dapatkan dalam berbagai macam pemberitaan itu. Yang itu ceritanya agak nyaring sehingga menimbulkan semacam pesimisme terhadap hal itu,” kata dia.

Muzani pun mendesak pemerintah untuk segera bertindak sebelum situasi semakin tidak terkendali.

“Sebelum terlanjur semuanya, mungkin pemerintah ada baiknya untuk melakukan penertiban dan penataan ulang terhadap hal tersebut,” pungkas Muzani. 

Reporter: Nahirwan Piter
Editor: M. Ibnu Ferry