Jakarta, CINEWS.ID – Ratusan pengemudi ojek online (ojol) dari berbagai komunitas melakukan aksi demonstrasi di depan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada, Kamis (8/5/2025). Mereka menyampaikan keresahan atas berbagai kebijakan dan narasi publik yang dinilai menyesatkan, memecah belah, dan sarat unsur politis.
Ketua Presidium Koalisi Ojol Nasional, Andi Kristianto menyatakan, isu pengemudi ojol belakangan ini bukan lagi sekadar soal kesejahteraan maupun perlindungan. Tapi, dia menduga justru berubah menjadi alat komoditas politik. Terutama oleh sejumlah pihak yang tidak memahami akar persoalan di lapangan.
“Kami memang tidak sedang baik-baik saja. Tapi di saat yang sama, banyak kepentingan elite yang memanfaatkan dengan cara membelah-belah kami demi kepentingan pribadi dan kelompoknya,” kata Andi, Jumat (9/5/2025).
Isu tunjangan hari raya (THR), jaminan pensiun, hingga desakan perubahan status menjadi pekerja tetap, lanjut dia, kerap muncul bukan dari aspirasi asli komunitas pengemudi. Tapi digulirkan oleh kelompok tertentu demi pencitraan atau kepentingan elektoral.
Pengemudi, kerap dijadikan panggung. Tapi tidak pernah dilibatkan langsung dalam proses pengambilan keputusan. “Kita bukan panggung politik. Kita bukan properti narasi,” ujarnya.
“Kami tidak ingin jadi buruh, tapi juga tidak mau terus-menerus jadi mitra yang dirugikan,” imbuhnya.
Dia mengingatkan Kemenaker tidak memaksakan para mitra pengemudi untuk masuk dalam kerangka hubungan industrial. Yang mana tidak sesuai dengan praktik kemitraan digital. Jika pemerintah sungguh ingin membantu driver, maka harus mulai menyusun regulasi yang adil dan berpihak. Tentu dengan melibatkan komunitas pengemudi sebagai subjek utama.
Sebelumnya, Grab Indonesia menegaskan ekosistem bisnis dan model usaha yang dijalani berbeda dari industri konvensional.
“Kami memahami bahwa hal ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memberikan kepastian dan perlindungan yang lebih baik kepada para pengemudi. Namun, kami belum menerima informasi resmi atau detail lebih lanjut mengenai rencana kebijakan tersebut,” kata Chief of Public Affairs Grab Indonesia Tirza Munusamy beberapa waktu lalu.
Rencananya, lanjut dia, isu ini juga akan menjadi salah satu topik diskusi bersama para pelaku industri dalam waktu dekat. Yang perlu dipahami, Grab Indonesia memiliki ekosistem bisnis yang unik.
“Model kemitraan tetap menjadi pendekatan utama Grab,” tegasnya.
Selain memberikan fleksibilitas bagi pengemudi untuk mengatur waktu kerja sesuai kebutuhan, model kemitraan juga membuka peluang luas bagi masyarakat untuk memperoleh penghasilan tambahan secara mandiri dan berkelanjutan. Bahkan menjadi sumber pendapatan yang dapat diandalkan di masa transisi atau saat menghadapi tantangan ekonomi. Jika mitra pengemudi diklasifikasikan sebagai pekerja tetap, maka fleksibilitas akan hilang.
“Mereka akan terikat aturan seperti jam kerja, batas usia, target performa, serta adanya keterbatasan kuota mitra yang dapat bergabung dengan platform,” pungkas Tirza.
| Editor: Fauzan |
Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

