Komisi I DPRD Penajam Paser Utara Meminta Pemda Menindak Perusahaan Bina Mulia Berjaya

Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).

Penajam, CINEWS.ID – Komisi I DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor DPRD PPU pada, Rabu (7/5/2025) untuk menelusuri dugaan pelanggaran hubungan industrial oleh perusahaan Bina Mulia Berjaya terhadap dua karyawannya yang di-PHK secara mendadak. Rapat ini dipimpin langsung oleh Ketua Komisi I, Ishaq Rahman.

Menurut Ishaq, PHK yang dilakukan perusahaan tersebut mengandung sejumlah kejanggalan serius. Salah satunya adalah ketidakjelasan status perjanjian kerja antara pekerja dan perusahaan.

“Kasus ini kita tangani karena ada dugaan PHK yang tidak jelas dasar hukumnya. Ada pekerja yang awalnya Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), tapi belakangan berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tanpa penjelasan tertulis yang sah, Bahkan dalam perjanjian kerja tidak dicantumkan berapa nilai pesangon atau retasinya, karena tidak mengacu pada gaji pokok,” kata Ishaq di kutip, Jumat (9/5/2025).

Tak hanya itu, Ishaq mengungkapkan, bahwa proses pemutusan hubungan kerja juga dilakukan secara mendadak tanpa pemberitahuan sebelumnya.

“Mereka datang kerja, tiba-tiba dikasih surat PHK hari itu juga. Itu jelas melanggar aturan ketenagakerjaan yang mewajibkan adanya pemberitahuan terlebih dahulu,” tambahnya.

Lebih jauh, Ishaq membeberkan temuan mengejutkan bahwa perusahaan yang bergerak di bidang berisiko tinggi tersebut ternyata belum memiliki izin resmi dari OSS (Online Single Submission). Padahal, menurut regulasi, kegiatan usaha dengan risiko tinggi wajib mengantongi izin maksimal dalam 90 hari.

“Kalau OSS-nya belum terbit, ya berarti perusahaannya ilegal. Dan itu bisa berdampak pada pajak serta hak-hak pekerja. Misalnya saja soal gaji pokok yang tidak sesuai aturan, bahkan THR pun hanya diberikan sebesar Rp300.500, sangat jauh dari ketentuan UMK,” jelasnya.

Ishaq menyayangkan sikap perusahaan yang terkesan tidak kooperatif dalam RDP. Menurutnya, kehadiran pihak lawyer alih-alih manajemen dalam rapat justru mencederai kehormatan lembaga DPRD.

“Kami merasa direndahkan karena yang diundang itu manajemen, bukan pengacara. Ini mencoreng marwah DPRD yang mewakili masyarakat PPU. Bukan soal harga diri saya, tapi harga diri rakyat yang kami wakili,” ucap Ishaq dengan nada tegas.

Lebih lanjut, Komisi I DPRD merekomendasikan agar pemerintah daerah menindaklanjuti temuan pelanggaran tersebut, termasuk kemungkinan penyegelan atau penutupan perusahaan apabila terbukti beroperasi tanpa izin resmi.

“DPRD hanya memberikan rekomendasi. Eksekusinya ada di tangan kepala daerah. Tapi jelas, kalau melanggar aturan OSS, ya harus ditutup. Itu demi perlindungan pekerja dan penegakan hukum,” pungkasnya.

Diketahui, dua pekerja yang menjadi korban PHK ini berani melapor, namun indikasi pelanggaran juga terjadi kepada pekerja lainnya, terutama terkait pembayaran THR yang tidak sesuai ketentuan.


Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.