Dedi Mulyadi Ungkap Adanya Ketimpangan Alokasi Dana Desa dan Otonomi Daerah di Jabar

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyampaikan laporan dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (29/4/2025).

Jakarta, CINEWS.ID – Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi, mengungkapkan soal ketimpangan besar dalam alokasi dana desa (DD) dan kebijakan otonomi daerah di Provinsi Jawa Barat (Jabar).

Keprihatinan terhadap pendekatan normatif yang tidak sesuai dengan kondisi nyata di lapangan itu di ungkapkan Dedi Saat Rapat bersama Komisi II DPR RI pada Selasa (29/4/2025).

Menurut Dedi, dengan jumlah penduduk hampir 50 juta jiwa, desa-desa di Jawa Barat menanggung beban luar biasa.

“Satu desa bisa menanggung 150 ribu penduduk, tapi pendekatan dana desanya tetap normatif,” tegas Dedi di Gedung DPR RI, Selasa (29/4/2025).

Dedi meminta agar Komisi II segera mengevaluasi pendekatan dana desa dan mendorong perubahan status desa yang sudah berkembang menjadi kelurahan.

“Banyak desa yang sudah berubah karakternya karena pertumbuhan industri, tapi statusnya tetap desa. Ini sudah tidak relevan,” ujarnya.

Tak hanya soal desa, Dedi juga menyoroti soal beban fiskal daerah akibat tugas instansi vertikal seperti Kementerian Agama. Ia menilai, daerah dibebani tanggung jawab terhadap madrasah, pesantren, dan masjid, tanpa dukungan anggaran memadai dari pusat.

“Kalau bupati atau gubernur tidak memenuhi, nanti dibenturkan dengan isu agama. Padahal sekolah negeri saja masih banyak yang roboh,” katanya.

Dedi juga menunjukkan ketidakadilan di daerah yang ia pimpin. Ada kabupaten seperti Bogor dengan 6 juta penduduk, sementara ada kota kecil dengan penduduk 250 ribu yang berdiri sendiri.

“Ini membuat alokasi fiskal menjadi tidak adil,” tandasnya.

Dedi mengusulkan, ke depan standar Dana Alokasi Umum (DAU) harus berbasis jumlah penduduk, bukan jumlah kabupaten atau kota.

“Kalau pakai pendekatan lama, Jawa Barat akan selalu di bawah Jawa Tengah,” tukasnya.

Ia berharap Komisi II dapat mempercepat perubahan-perubahan ini untuk mengejar keadilan fiskal dan pembangunan di daerah.

“Kita tidak boleh terus-menerus pakai pola monoton seperti sekarang,” pungkasnya.


Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.