Lampung, CINEWS.ID – Banjir yang kerap melanda wilayah Kota Bandar Lampung beberapa waktu terakhir, sungguh sangat memprihatinkan khususnya wilayah kecamatan Panjang. Dimana bencana banjir tersebut berulangkali terjadi setiap turun hujan, Namun justru hal itulah pokok persoalannya.
Terakhir, hujan deras yang mengguyur Kota Bandar Lampung pada Senin (21/4/2025) dini hari merendam pemukiman warga di wilayah Kecamatan Panjang, 3 orang warga meninggal dunia dalam peristiwa itu.

Jika kita menuding banjir yang melanda wilayah Kota Bandar Lampung di akibatkan oleh intensitas curah hujan yang tinggi sebagai penyebabnya. Itu alasan sangat klasik yang setiap terjadi peristiwa kita katakan. Lantas mengapa pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung dan masyarakat selalu gagal mengelolanya, sehingga setiap hujan deras mengguyur Bandar Lampung harus selalu mengalami penderitaan dan kerugian yang sama.
Meskipun berbagai upaya pengendalian banjir memang sudah dilakukan oleh Pemkot Bandar Lampung yang sebelumnya mengalokasikan anggaran sebesar Rp20 miliar untuk perbaikan drainase dan talud di seluruh wilayah Bandar Lampung untuk mengantisipasi atau mencegah terjadi banjir susulan.
Namun tampaknya tidak sebanding dengan laju kerusakan baru pada ekosistem yang berlangsung massif dari waktu ke waktu. Kerusakan yang massif terjadi di wilayah hulu hingga hilir. Mulai dari wilayah resapan di kawasan perbukitan yang di keruk hingga beralih fungsi menjadi bangunan komersial hingga ke hilir sepanjang pantai Teluk Lampung dimana banyak lahan di tepian pantai yang di kuasai pengusaha dimana tanpa menimbang dampak lingkungan mereka melakukan reklamasi.
Diketahui, proses alih fungsi lahan di kota Bandar Lampung terjadi sangat cepat dan meluas dalam 10 tahun terakhir. Karena rasio wilayah hijau di perkotaan hanya ada dalam aturan perundangan maka dengan mudahnya telah beralih fungsi.

Pemkot Bandar Lampung tak pernah tegas melaksanakan aturan tata kota yang mewajibkan dipertahankannya rasio ruang terbuka hijau. Celakanya, proses alih fungsi itu juga massif terjadi di hulu.
Bukti kerusakan yang terjadi di wilayah hulu dan hilir memang sudah sangat parah karena pembiaran. Kerusakan terus berlangsung dari waktu ke waktu. Akibatnya, wilayah resapan air terus berkurang sehingga bencana longsor dan banjir terus mengancam.
Selama tidak ada langkah berani Pemkot Bandar Lampung untuk menegaskan aturan yang berlaku, baik di wilayah hulu maupun hilir, maka bencana akan terus terjadi.
Ancaman banjir di wilayah Bandar Lampung dan sekitarnya akan terus menghantui bahkan bisa saja lebih massif, meluas dan merusak.