Jakarta, CINEWS.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa sejumlah saksi pada Kamis (17/4/2025), termasuk istri hakim terkait kasus dugaan suap putusan lepas (ontslag) perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
“IS selaku istri tersangka ASB (Agam Syarif Baharuddin),” ucap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya, Jumat (18/4/2025).
Selain itu, Kejagung juga memeriksa pegawai PN Jakarta Pusat berinisial BM dan sopir Wakil Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berinisial EI.
“Adapun ketiga orang saksi diperiksa terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan/atau gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas nama Tersangka WG dkk” ucap Harli.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” lanjutnya.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan tujuh tersangka, yakni WG (Wahyu Gunawan) selaku panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, MS selaku advokat, AR selaku advokat, dan MAN (Muhammad Arif Nuryanta) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, serta tiga hakim, yakni DJU (Djuyamto), ASB (Agam Syarif Baharuddin), dan AM (Ali Muhtarom). Lalu, Kejagung juga menetapkan Head Social Security Legal PT Wilmar Group berinisial MSY sebagai tersangka baru.
Arif selaku Ketua PN Jakarta Pusat menerima uang suap senilai Rp60 miliar dari tersangka Muhammad Syafei (MSY) selaku tim legal Wilmar melalui perantara Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera muda perdata PN Jakarta Utara.
Selain Djuyamto, hakim anggota majelis hakim, yakni Agam Syarif Baharudin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) juga menerima suap dari tersangka Arif.
Ketiga hakim tersebut menerima suap dalam keadaan mengetahui bahwa uang tersebut untuk memuluskan dijatuhkannya putusan lepas (ontslag) terhadap tersangka korporasi yang meliputi PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Ketiga hakim tersebut dikenakan Pasal 12 huruf c juncto Pasal 12 huruf b jo. Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.