UGM Beri Pendampingan Sejumlah Mahasiswi Korban Pelecehan Seksual Seorang Guru Besar

Gedung Universitas Gadjah Mada. (Istimewa)

Yogyakarta, CINEWS.ID – Dosen di Universitas Gajah Mada diduga melakukan pelecehan seksual pada mahasiswinya. Aksi pelecehan seksual yang dilakukan guru besar ini tidak satu tapi beberapa mahasiswi dari tingkat S1 hingga S3, saat melakukan bimbingan skripsi.

Ada pun dugaan pelecehan oleh guru besar UGM Yogyakarta itu mencuat setelah laporan pertama masuk pada 2024, yang mengungkap bahwa perbuatan tak bermoral ini sudah berlangsung sejak 2023, dengan modus memanfaatkan posisi strategisnya sebagai dosen pembimbing.

Dalam proses bimbingan skripsi dan diskusi akademik, ia diduga menyisipkan tindakan-tindakan yang tergolong sebagai kekerasan seksual.

Sekretaris UGM, Andi Sandi mengonfirmasi, bahwa sebagian besar insiden justru terjadi di luar lingkungan kampus.

“Lokasi kejadian itu berdasarkan hasil pemeriksaan sebagian memang dilakukan di luar kampus,” kata Andi saat dihubungi pada Jumat (4/4/2025).

Menurut Andi, Modus yang dijalankan pun terbilang sistematis. Tidak hanya dalam ruang lingkup bimbingan skripsi, tetapi juga dalam kegiatan yang tampak profesional seperti diskusi lomba atau kegiatan akademik lainnya.

“Kalau dilihat ada diskusi, ada juga bimbingan, ada juga pertemuan di luar untuk membahas kegiatan-kegiatan ataupun lomba yang sedang diikuti,” ujar Andi.

Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM telah turun tangan, Andi memastikan, mereka mendampingi korban, memberikan dukungan psikologis, serta menelaah setiap laporan secara detail. Pemulihan psikologis korban menjadi prioritas utama sebelum kasus dianggap selesai.

“Masih. Itu kan juga ada kami juga lihat per case. Nah itu detailing teman-teman dari satgas PPKS masih terus mendampingi,” jelas Andi.

Tindak lanjut dari kasus ini membawa konsekuensi serius bagi EM.

“Ia telah dibebastugaskan dari seluruh aktivitas akademik sejak pertengahan 2024,” ucapnya.

Selain itu, EM pun telah dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Laboratorium Bio Kimia Pascasarjana dan Cancer Chemoprevention Research Center di Fakultas Farmasi UGM.

“Sudah sejak pelaporan dari fakultas itu sudah dibebastugaskan. Jadi pertengahan 2024 sudah dibebastugaskan sejak laporan dilakukan oleh pimpinan fakultas ke satgas,” jelasnya.

Rekomendasi Satgas PPKS menyatakan bahwa EM melanggar Pasal 3 ayat 2 Peraturan Rektor UGM No 1 Tahun 2023 mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. Berdasarkan itu, EM menghadapi ancaman sanksi sedang hingga berat, termasuk skors dan pemberhentian tetap.

“Dan keputusan rektornya itu menyebutkan yang bersangkutan untuk dikenai sanksi sedang sampai berat. Nah sanksi sedang sampai berat itu mulai dari skors hingga pemberhentian tetap,” tambah Andi.

Namun, keputusan akhir mengenai status EM sebagai guru besar tidak sepenuhnya berada di tangan UGM. Karena statusnya sebagai PNS dan guru besar, wewenang penjatuhan sanksi berada di bawah tiga kementerian terkait, dan akan ditetapkan setelah masa libur Idul Fitri.

“Oleh karena itu, kami setelah waktu liburan Idul Fitri ini, kita akan menetapkan keputusan itu,” ungkapnya.

“Harus dipahami status guru besar itu diajukan kepada pemerintah, ya khususnya kementerian. Jadi SK-nya itu keputusannya adalah kementerian, Oleh karena itu, kalau kemudian guru besarnya mau tidak mau, keputusannya harus dikeluarkan oleh kementerian. Tidak ada kewenangan itu ke UGM,” pungkasnya.