Hamas Tolak Usulan Israel Untuk Gencatan Senjata di Gaza

Juru bicara Hamas, Hazem Qassem.

Kairo, CINEWS.ID – Rencana gencatan senjata permanen antara Israel dan Hamas belum menemui titik terang, pasalnya Hamas memutuskan untuk tidak menanggapi atau terlibat dengan usulan Israel untuk gencatan senjata di Gaza. Hamas menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen pada rencana mediator sebagai gantinya.

Melansir Al Jazeera pada Senin (3/3/2025), Hamas menolak “formulasi” Israel untuk memperpanjang fase pertama gencatan senjata alih-alih melanjutkan ke fase kedua seperti yang direncanakan semula. Pihak Hamas menyebut rencana ini tidak dapat diterima.

Juru bicara Hamas Hazem Qassem mengatakan kepada Al Araby TV bahwa tidak ada pembicaraan yang diadakan untuk fase gencatan senjata kedua meskipun fase pertama telah berakhir pada Sabtu, 1 Maret 2025 lalu. Qassem mengatakan Israel memikul tanggung jawab karena tidak memulai negosiasi.

Ia menyebut Israel ingin membebaskan tawanan yang tersisa dari Gaza sambil mempertahankan kemungkinan untuk melanjutkan perang. Komentarnya muncul sehari setelah Hamas mendesak Israel untuk beralih ke gencatan senjata fase kedua dan menegaskan

“komitmen penuhnya untuk menerapkan semua ketentuan perjanjian dalam semua tahap dan detailnya” kata Hazem Qassem dilansir Al Araby TV, Kamis (3/4/2025).

Sementara, dalam laporan yang disampaikan melalui Channel News Asia, Kamis (3/4/2025). Pada 29 Maret, Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Gideon Saar mengatakan, bahwa pihaknya menyampaikan usulan kepada mediator dengan koordinasi penuh dengan Amerika Serikat (AS), setelah Hamas menyetujui usulan yang diterimanya dari mediator Mesir dan Qatar.

“Kami mengatakan kami siap untuk memperpanjang kerangka kerja [fase pertama] dengan imbalan pembebasan lebih banyak sandera. Jika memungkinkan, kami akan melakukannya,” kata Gideon.

“Salinan menunjukkan usulan mediator tersebut merupakan bagian dari perjanjian gencatan senjata pada 17 Januari dan akan memperpanjang gencatan senjata selama 50 hari lagi,” tambahnya.

Perundingan untuk fase gencatan senjata kedua harus berakhir sebelum periode 50 hari berakhir, sesuai dengan salinan tersebut.

Usulan tersebut mencakup pembebasan Edan Alexander, penduduk asli New Jersey, seorang prajurit berusia 21 tahun di tentara Israel, pada hari pertama setelah gencatan senjata diumumkan.

Hamas juga akan membebaskan empat sandera Israel, dengan satu sandera dibebaskan setiap 10 hari sebagai imbalan atas pembebasan 250 warga Palestina yang ditahan di penjara Israel dan pembebasan 2.000 dari mereka yang ditahan setelah serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel.

Proposal tersebut juga mencakup penghentian operasi militer Israel, pembukaan jalur penyeberangan untuk memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan, dan pembukaan kembali Koridor Netzarim untuk memungkinkan masuknya mobil dari selatan ke utara dan sebaliknya.

Militer Israel mengatakan pada 19 Maret bahwa pasukannya memperluas kembali kendali mereka ke pusat Koridor Netzarim, yang membelah Jalur Gaza.

Fase pertama gencatan senjata antara Israel dan Hamas mulai berlaku pada 19 Januari setelah 15 bulan perang dan melibatkan penghentian pertempuran, pembebasan beberapa sandera Israel yang ditahan oleh Hamas, dan pembebasan beberapa tahanan Palestina.

Namun, Israel mengatakan pada 19 Maret bahwa pasukannya melanjutkan operasi darat di Jalur Gaza bagian tengah dan selatan. Israel juga mengumumkan perluasan besar operasi militer di Gaza pada Rabu, dengan mengatakan sebagian besar wilayah kantong itu akan direbut dan ditambahkan ke zona keamanannya, disertai dengan evakuasi penduduk dalam skala besar.

Fase kedua dari kesepakatan tiga fase dimaksudkan untuk fokus pada kesepakatan tentang pembebasan sandera yang tersisa dan penarikan pasukan Israel dari Gaza.

Di sisi lain, Hamas mengatakan, setiap proposal harus memungkinkan peluncuran fase kedua, sementara Israel telah menawarkan untuk memperpanjang fase pertama selama 42 hari.

Lebih dari 50.000 warga Palestina telah tewas akibat serangan Israel di Gaza, kata pejabat Palestina.

Kantor Media Pemerintah Gaza (GMO) telah melaporkan lebih dari 350 pelanggaran oleh Israel, termasuk serangan militer, tembakan, serangan udara, pengawasan intensif, dan penghalangan bantuan sejak gencatan senjata dimulai.

Menurut GMO, tentara Israel telah membunuh dan melukai puluhan warga Palestina melalui serangan udara serta penembakan sejak gencatan senjata mulai berlaku. GMO sebelumnya telah melaporkan penundaan dalam mengizinkan keluarga terlantar untuk kembali ke daerah di Gaza utara serta kekurangan dalam tingkat bantuan yang disepakati yang diizinkan masuk ke daerah kantong itu.