Jakarta, CINEWS.ID – Menjadi sorotan tajam dari publi usai kasus pemerasan terhadap 12 Kepala Sekolah (Kepsek) yang mencapai Rp 4,75 miliar, anggota Polda Sumatera Utara (Sumut Kompol Ramli Sembiring dipecat dari Kepolisian.
Pemecatan terhadap Kompol Ramli Sembiring itu terjadi jelang usia pensiunnya. Sehingga Dirinya tidak bisa mengajukan banding atas putusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) tersebut.
“Tidak mengajukan banding. Karena batas pensiunnya dia kan beberapa hari setelah (diamankan). Jadi tidak diproses bandingnya,” kata Kabid Propam Polda Sumut Kombes Bambang Tertianto, beberapa waktu lalu.
Bukan hanya Kompol Ramli Sembiring dipecat, Brigadir Bayu pun dikenai sanksi PTDH terkait kasus yang sama.
Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri. Dan telah ditahan di Rutan Bareskrim Polri.
Berikut profil Kompol Ramli Sembiring yang dirangkum CINEWS.ID dari berbagai sumber.
Tak banyak informasi mengenai karier ataupun biodata Kompol Ramli Sembiring, tersangka pemerasan 12 kepsek di Sumut.
Kompol Ramli Sembiring diketahui merupakan mantan Penjabat Sementara (PS) Kasubnit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda Sumut.
Sedangkan Brigadir Bayu merupakan mantan penyidik pembantu pada Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Sumut.
Keduanya menyelewengkan wewenang dengan meminta fee dari anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan Sumut.
Mereka meminta proyek pekerjaan DAK Fisik ke Disdik Sumut dan kepsek penerima dana.
Kronologi
Pemerasan bermula saat Kompol Ramli Sembiring dan Brigadir Bayu meminta proyek DAK. Mereka meminta Kepala Disdik Sumut mengumpulkan kepala sekolah untuk membicarakan terkait permintaan sejumlah uang.
“Dua orang ini pakai kewenangan yang dimiliki untuk mengundang kepala sekolah. Terus tiba-tiba diminta fee. Nah itu pemerasannya,” kata Kepala Kortas Tipikor Polri Irjen Cahyono Wibowo.
Kedua tersangka membuat aduan masyarakat (dumas) fiktif terkait adanya tindak pidana korupsi di sekolah soal dana BOSP (Bantuan Operasional Satuan Pendidikan) yang seolah-olah dari masyarakat.
Kemudian, Brigadir Bayu memerintahkan seseorang berinisial NVL membuat administrasi dumas palsu. Termasuk surat undangan kepada para kepala sekolah.
Setelah para kepala sekolah berkumpul, mereka tidak memeriksa terkait dugaan penyelewenangan dana BOSP. Melainkan meminta agar mengalihkan pekerjaan DAK fisik 2025 kepada Kompol Ramli Sembiring.
Bila tidak mau mengalihkan pekerjaan, para kepala sekolah diminta menyerahkan fee atau persentase 20 persen dari anggaran.
Brigadir Bayu telah menerima setidaknya dari empat kepsek SMKN sebesar Rp 437.176.000. kemudian menyerahkan uang total yang diterima Rp 4.320.583.000 kepada Kompol Ramli Sembiring.
“Total uang yang diserahkan kepada saudara B dan R sebanyak Rp 4.757.759.000 dari 12 orang Kepsek SMKN yang bersumber dari anggaran DAK Fisik 2024,” ungkap Cahyono.
Penyidik telah menyita uang Rp 400 juta dalam koper yang ada di mobil Kompol Ramli Sembiring.
Penyitaan dilakukan di sebuah bengkel saat upaya penangkapan tersangka.
Atas perbuatannya, kedua tersangka disangkakan dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UU tersebut diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kompol Ramli Sembiring melalui kuasa hukumnya, telah mengajukan gugatan praperadilan terkait penetapan tersangka di Pengadilan Negeri Medan pada Kamis (13/3/2025).
Gugatan praperadilan Kompol Ramli Sembiring tercatat dengan nomor perkara 17/Pid.Pra/2025/PN Mdn.
Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

