Jakarta, CINEWS.ID – Komisi III DPR RI akan segera membahas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) bersama Pemerintah usai menerima Surat Presiden (Surpres).
Pembahasan RUU ini ditargetkan rampung pada masa sidang berikutnya setelah DPR selesai menjalani masa reses Lebaran.
“Draf final Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang akan dibahas segera karena Surpres-nya per hari ini sudah ke luar, sudah ditandatangani Presiden Republik Indonesia Pak Prabowo Subianto,” ujar Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/3/2025).
Habiburokhman mengatakan, rapat kerja untuk membahas RUU KUHAP akan dimulai pada masa sidang berikutnya. DPR sendiri akan menutup masa persidangan ke-15 pada Selasa, 25 Maret dan resmi memulai masa reses pada Rabu, 27 Maret.
Menurutnya, revisi UU KUHAP perlu menyesuaikan dengan perkembangan zaman sejak diundangkan puluhan tahun silam. Selain itu, pemberlakuannya agar dapat bersamaan dengan berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada Januari 2026.
Oleh karena itu, Legislator Gerindra dapil Jakarta itu pun menargetkan pembahasan RUU tersebut rampung dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sebab, kata Habiburokhman, pasal yang termuat tidak terlalu banyak.
“Paling lama dua kali masa sidang. Kalau bisa satu kali masa sidang besok sudah selesai, kita sudah punya KUHAP yang baru,” katanya.
Habiburokhman menyatakan RUU KUHAP akan mengandung nilai restoratif, restitutif, dan rehabilitatif. Dia juga menekankan RUU KUHAP akan memaksimalkan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penyelesaian suatu perkara.
Termasuk, kata dia, mencegah terjadinya kekerasan dalam proses hukum. Misalnya, dengan pengadaan CCTV atau kamera pengawas dalam proses pemeriksaan.
“Kami bikin satu bab khusus restorative justice. Jadi mulai penyidikan, penuntutan sampai persidangan bisa di-restorative justice-kan,” katanya.
Selain itu, tambahnya, KUHAP baru akan memperkuat peran advokat hingga membuat pengaturan terkait hak-hak kelompok rentan, perempuan, difabel, dan orang lanjut usia (lansia). Ia menyebut perubahan signifikan juga yang akan digulirkan dalam RUU KUHAP ialah memperbaiki syarat penahanan agar penahanan terhadap seseorang sebelum proses persidangan tidak dilakukan sewenang-wenang.
Kendati demikian, ia menyatakan, RUU KUHAP tidak akan mengubah kewenangan aparat penegak hukum dalam sistem peradilan pidana di tanah air.
“Jadi polisi, ya Polri, penyidik polisi adalah tetap penyidik utama, kemudian jaksa adalah penuntut tunggal. Jadi enggak ada pergeseran di situ,” sebutnya.
Habiburokhman memastikan, Komisi III DPR akan membuka ruang partisipasi publik dalam pembahasan RUU tersebut, termasuk keterbukaan terhadap akses draf melalui barcode yang sudah dipublikasikan.
“Kami libatkan nanti ya, kami minta juga sumbang saran pikirannya terkait KUHAP ini,” pungkasnya.