Berita  

Wamenaker Immanuel Ebenezer Optimis Bahwa Kebangkrutan Sritex Tidak Berdampak PHK

Wamenaker Immanuel Ebenezer.

JAKARTA, Cinews.id – Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer mengaku optimistis, bahwa kebangkrutan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) tidak akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawannya.

Noel sapaan akrabnya meyakini bahwa PHK bisa dihindari.

“Kami tetap optimis dan tidak ingin mengambil kesimpulan ekstrem. Harapan kami, tidak akan ada PHK yang terjadi,” ujar Noel sapaan akrabnya Indonesia, Kamis (26/12/2024).

Keputusan pailit Sritex membuat banyak karyawan terkejut, namun Noel memastikan, bahwa pemerintah tetap berupaya agar karyawan tetap bisa bekerja dan tidak terdampak secara langsung.

“Presiden Prabowo telah menegaskan prinsip utama pemerintah, yakni memastikan kesejahteraan rakyat tetap menjadi prioritas,” ujarnya.

Lebih lanjut, Noel menjelaskan bahwa Kemnaker terus berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk membahas langkah-langkah penyelamatan terkait Sritex.

“Koordinasi tetap berjalan. Kami terus berkomunikasi dengan Pak Menko Airlangga dan Ibu Menkeu. Terkait aspek teknis penyelamatan, itu merupakan domain mereka. Sementara, kami fokus pada isu ketenagakerjaan,” pungkas Noel.

Mengenai Sritex, Sebelumnya dalam konferensi pers pada Senin (23/12/2024) siang. Noel menegaskan, bahwa sikap Presiden Prabowo tetap konsisten dalam melindungi tenaga kerja, dengan memastikan tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal sebagai dampak kepailitan perusahaan.

Sebagai bentuk mitigasi, Kementerian Ketenagakerjaan telah menyiapkan strategi khusus untuk melindungi dan memberdayakan ribuan karyawan Sritex yang terdampak. Immanuel menyebut, upaya ini dilakukan guna memastikan hak-hak pekerja tetap terlindungi.

Perlu di ketahui, polemik ini sudah lama terjadi, tepatnya sejak Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang menyatakan perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex pailit, tercantum dalam putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Disebutkan, Sritex, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada PT Indo Bharat Rayon, selaku pemohon, berdasarkan Putusan Homologasi tanggal 25 Januari 2022.

Seperti diketahui, Sritex telah lama mengalami permasalahan keuangan yang akut di mana perusahaan mencatatkan kenaikan utang dan defisit modal yang kian membengkak.

Hingga akhir Juni 2024, aset perusahaan tercatat turun 5% menjadi US$ 617 juta atau setara Rp 9,56 triliun (asumsi kurs Rp 15.500/US$). Sementara itu, utang perusahaan masih berada di level tinggi yakni mencapai US$ 1,60 miliar atau setara Rp 24,8 triliun.

Alhasil, perusahaan masih mengalami defisiensi modal (ekuitas negatif) yang pada akhir tahun lalu nilainya semakin bengkak menjadi US$ 980 juta (Rp 15,19 triliun).

Kewajiban jangka pendek Sritex tercatat US$ 131,42 juta (Rp 2,04 triliun), dengan US$ 11,34 juta (Rp 176 miliar) di antaranya merupakan utang bank jangka pendek ke Bank Central Asia (BBCA). Sementara itu, dari US$ 1,47 miliar (Rp 22,78 triliun) kewajiban jangka panjang, sebesar US$ 810 juta (Rp 12,55 triliun) merupakan utang bank.

Mayoritas utang bank jangka panjang merupakan utang eks sindikasi (Citigroup, DBS, HSBC dan Shanghai Bank) senilai US$ 330 juta. Selain itu BCA, Bank QNB Indonesia, Citibank Indonesia, Bank BJB dan Mizuho Indonesia tercatat menjadi kreditur terbesar dengan besaran kewajiban SRIL masing-masing lebih dari US$ 30 juta. Selain 5 yang telah disebutkan, perusahaan juga memiliki utang pada 19 pihak bank lain yang mayoritas merupakan bank asing atau bank swasta milik asing.

Sebelum resmi dinyatakan pailit dalam putusan terbaru pengadilan Semarang, manajemen Sritex dalam laporan keuangan terbaru mengungkapkan bahwa perusahaan masih berupaya melakukan sejumlah restrukturisasi atas beban utang yang membengkak pada banyak bank. Selain itu perusahaan juga masih gencar menyelesaikan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan permintaan damai dengan para kreditur.

SRIL dalam laporan keuangan tahunannya mengungkapkan utang jumbo yang membuat defisiensi modal “mengindikasikan adanya suatu ketidakpastian material yang dapat menyebabkan keraguan signifikan atas kemampuan Grup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya.”

Meski dengan kondisi berdarah-darah, Sritex sebelumnya sempat optimis dan mengungkapkan bahwa perusahaan masih memperoleh dukungan dari pemegang saham.

Meski dengan kondisi berdarah-darah, Sritex sebelumnya sempat optimis dan mengungkapkan bahwa perusahaan masih memperoleh dukungan dari pemegang saham.

“Grup juga telah memperoleh surat dukungan dari pemegang sahamnya, yang memberikan konfirmasi bahwa akan terus memberikan dukungan finansial bagi Grup agar mampu mempertahankan kelangsungan usahanya dan untuk dapat memenuhi kewajiban Grup,” jelas manajemen Sritex.

Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, manajemen Sritex menyebut perusahaan akan meningkatkan penjualan dan efisiensi biaya produksi salah satunya lewat pengurangan jumlah karyawan.

Sepanjang tahun 2023 perusahaan telah memangkas 2.232 karyawan dari semula 16.370 karyawan di akhir 2022 hingga tersisa 14.138 karyawan akhir tahun lalu. Lalu pada akhir Juni 2024 karyawan Sritex bersisa 11.249 yang artinya kembali mengurangi 2.889 karyawan dalam medio enam bulan.

Namun demikian, dampak PHK tidak hanya dirasakan oleh karyawan Grup Sritex melainkan ikut menjalar ke para vendor dan sejumlah pihak lain yang bisnisnya hidup dari hilir atau hulu bisnis Sritex.

Menurut laporan keuangan perusahaan tahun 2023 yang diaudit Kanana Puradiredja, Suhartono memperoleh Opini Wajar dengan Pengecualian. Opini audit tersebut diberikan apabila ditemukannya bukti atas simpulan kesalahan penyajian dan laporan keuangan tidak pervasif.

Status pailit inkrah PT Sri Rezeki Isman Tbk (Sritex) setelah Mahkamah Agung menolak kasasi perusahaan membuat delisting sahamnya dari Bursa Efek Indonesia semakin mendekati kenyataan

Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan perdagangan PT Sri Rezeki Isman Tbk (Sritex) sejak Mei 2021, akibat gagal bayar medium term notes (MTN) yang diperpanjang pada Oktober 2024 karena status pailit.

Delisting dapat terjadi jika perusahaan tidak menunjukkan indikasi pemulihan atau sahamnya disuspensi lebih dari 24 bulan. BEI juga telah mengumumkan potensi delisting Sritex secara berkala, terakhir pada Juni 2024.

Direktur Utama Sritex Iwan Kurniawan Luminto menyatakan, perusahaan akan mengajukan peninjauan kembali untuk menjaga keberlangsungan usaha dan melindungi 50 ribu karyawannya.

Keputusan akhir terkait delisting kini tinggal menunggu langkah dari Bursa Efek Indonesia (BEI).