JAKARTA, Cinews.id – Misteri pemilik pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang terbentang dari Desa Muncung hingga Pakuhaji di pesisir Tangerang, Banten mulai terkuak, Diketahui pagar laut itu dibangun tanpa mendapatkan izin dari pemerintah pusat maupun daerah.
Sebelumnya, Menko Bidang Infrastruktur Dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan belum tahu keberadaan pagar laut sepanjang 30 kilometer di pesisir Kabupaten Tangerang Banten. Menteri Agraria Dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid juga mengaku tidak tahu.
Sementara Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono berjanji bakal mencabut pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer di Kabupaten Tangerang, Banten, jika tak mengantongi izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
Dia sudah meminta Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) untuk melihat langsung ke lokasi, serta melakukan pengecekan terkait pemasangan pagar laut misterius tersebut. Boleh saja pemerintah mengaku belum atau tidak tahu.
Walaupun, pernyataan seperti ini terlihat janggal. Bagaimana mungkin, pejabat yang diberikan wewenang dan aparat, dukungan anggaran, sarana dan prasarana tak mengetahui pelanggaran kedaulatan wilayah laut dalam yurisdiksi teritorial Indonesia?
Apalagi pelanggaran kedaulatan Negara itu terjadi dan dilakukan di bibir pantai. Bukan dilepas samudera nan jauh. Nelayan, juga sudah lama mengeluhkan hal ini.
Dari informasi yang di himpun Cinews.id, diketahui yang mendapat Proyek pemagaran Laut bernama Memet, dia merupakan warga Desa Lemo, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, proyek pemagaran laut itu atas perintah Gojali alias Engcun.
Untuk diketahui, Gojali (Engcun) ini adalah bagian dari geng mafia tanah yang bekerja kepada Ali Hanafiah Lijaya (orang kepercayaan AGUAN) untuk kepentingan proyek PIK-2 milik Aguan dan Anthony Salim.
Nama Gojali (Engcun) ini sudah sangat terkenal di kalangan korban perampasan tanah, namun sejak mencuatnya polemik pagar laut itu Engcun bersama Ali Hanafiah Lijaya menghilang dari peredaran.
Dari penelusuran Cinews.id, Engcun kabarkan bersembunyi di Subang, sedangkan Ali Hanafiah Lijaya tak belum diketahui keberadaannya.
Pemerintah dalam hal ini aparat penegak hukum khususnya, diharapkan keseriusannya dalam perkara besar ini dan segera menangkap orang-orang ini.
Dari informasi di masyarakat, Pagar laut itu ada sejak adanya proyek PIK-2 dibuat, hal itu dapat di artikan sebagai tindakan prakondisi untuk menguasai pantai dan laut dengan mensterilkan dari aktivitas Nelayan Banten.
Yang selanjutnya akan diokupasi sebagai wilayah PIK-2. Fakta pemagaran Laut ini jelas, merupakan bukti tentang adanya perbuatan melawan hukum, dimana PSN PIK-2 telah melakukan kegiatan pembangunan Kawasan area PIK-2, yang telah menutup sejumlah akses publik selain akses jalan, juga akses Nelayan untuk melaut secara bebas.
Secara paralel aparat penegak hukum diharap segera menangkap pelaku pemagaran laut itu, karena telah melanggar kedaulatan Negara dengan Pasal 106 KUHP tentang makar dengan maksud untuk membawa seluruh atau sebagian wilayah negara di bawah kekuasaan asing (dijual ke asing/China).
Pelaku makar dapat diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama 20 tahun.