JAKARTA, cinews.id – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengatakan bahwa pihaknya siap mengkaji dugaan ketidaklayakan penjabat (pj.) kepala daerah.
Tito menyampaikan pernyataan itu usai Komisi II DPR RI mencatat terdapat 40 persen pj. kepala daerah yang tidak layak menempati posisi tersebut.
“Kami belum memiliki studi tentang ketidaklayakan secara saintifik. Jadi, ini mungkin asumsi, hipotesis,” kata Tito dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/6/2024).
Selain itu, Tito menjawab pernyataan Komisi II DPR RI mengenai ketidaklayakan terjadi karena latar belakang 40 persen pj. kepala daerah tersebut bukan berasal dari Kemendagri.
“Kami sudah diskusikan dari awal bahwa enggak mungkin semua dari Kemendagri. Nanti saya enggak bisa kerja, habis semua, sehingga kami ambil juga bukan hanya dari Kemendagri, bukan hanya dari kementerian/lembaga, melainkan justru banyak juga dari daerah,” jelasnya.
Tito bahkan mengatakan bahwa latar belakang pj. kepala daerah yang ditempatkan, terutama di daerah-daerah terpencil, memang disengaja berasal dari daerah tersebut.
“Dari Kemendagri ditempatkan di sana, enggak kuat. Jadi, kami tempatkan di pulau-pulau, Mentawai misalnya, Nias, otomatis orang-orang setempat supaya kuat dia,” katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang mengatakan bahwa Kemendagri harus mencermati penunjukan pj. kepala daerah.
“Terus terang hasil dari bukan hanya pengamatan yang kami lihat, dengar, dan rasakan, hampir 40 persen para pj. ini memang tidak layak untuk menjadi penjabat kepala daerah,” kata Junimart dalam rapat yang sama.
Menurut dia, ketidaklayakan tersebut terjadi karena sosok pj. dari internal Kemendagri telah habis sehingga harus mengambil dari kementerian lain.
“Akhirnya mengambil kementerian lain yang saudara menteri tidak paham tentang pola pikir, dan mungkin mereka juga tidak paham tentang bagaimana tata kelola pemerintahan,” katanya.
Rapor merah
Sementara itu demonstrasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Jember yang memberikan rapor merah kepada Bupati Jember Hendy Siswanto hingga berakhir ricuh di Gedung DPRD Jember, Jawa Timur, Senin sore.
Terjadi aksi dorong antara mahasiswa dengan aparat kepolisian saat aktivis IMM berusaha masuk ke halaman Kantor DPRD Jember untuk menemui Bupati Jember Hendy Siswanto, namun dihalangi oleh petugas karena waktu bersamaan ada agenda rapat paripurna di ruang sidang utama DPRD Jember.
“Banyak sekali permasalahan yang ada dalam 3,3 tahun kepemimpinan Bupati Jember saat ini, mulai dari praktik KKN, kemiskinan, stunting, beasiswa, dan janji-janji politik yang tidak terlaksana,” kata Ketua Umum IMM Jember Dwi Nouval Zakaria.
Menurutnya, banyak evaluasi yang perlu dibenahi, sehingga IMM Jember menuntut Bupati Hendy melakukan transparansi dana pembangunan pabrik, dugaan nepotisme, dan mempertanggungjawabkan tujuh janji politik yang pernah disampaikan.
Aparat kepolisian berusaha untuk menghalau para demonstran, namun mahasiswa tetap nekat menerobos barikade petugas, sehingga sebagian polisi terpaksa memukul pengunjuk rasa agar mundur dari gerbang DPRD Jember.
Hal tersebut sempat memicu ketegangan antara mahasiswa dan polisi, namun tidak sampai terjadi tindakan anarkhis yang menyebabkan aset DPRD Jember rusak seperti demonstrasi sebelumnya.
Puluhan mahasiswa IMM Jember juga membakar ban bekas di bundaran DPRD Jember, sehingga mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian agar asap api tersebut tidak mengganggu pengguna jalan di sekitar Gedung DPRD Jember.
Sementara itu Asisten 3 Pemkab Jember Harry Agustriono mengatakan Bupati Jember tidak bisa menemui pengunjuk rasa karena mengikuti rapat paripurna di ruang sidang utama DPRD Jember.
“Kami diminta untuk menemui mahasiswa IMM Jember dan semua aspirasi mereka tentu akan kami sampaikan kepada Bupati Jember,” tuturnya.
Eksplorasi konten lain dari Cinews.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.